Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Abadi untuk Tambah Doktor

Kompas.com - 21/07/2011, 02:28 WIB

Jakarta, Kompas - Empat tahun mendatang, pemerintah berharap jumlah dosen bergelar doktor atau S-3 meningkat 15-17 persen. Dari total jumlah dosen 270.000 saat ini, sekitar 27.000 di antaranya bergelar S-3. Target 15 persen berarti akan ada tambahan 7.000 dosen bergelar doktor.

Demi target itu, pemerintah menambah jumlah beasiswa bagi program S-2 dan S-3 dengan anggaran dari dana abadi yang kini Rp 2 triliun. Pemerintah berharap akan ada tambahan Rp 1-2 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan.

”Bayangan saya di tahun 2014 jumlahnya Rp 5-7 triliun. Sekarang, bunga dana itu Rp 70 miliar,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh di Jakarta, Rabu (19/7).

Bunga deposito dana abadi inilah yang digunakan untuk beasiswa dan penelitian. Apabila dana abadi menjadi Rp 4 triliun, bunganya mencapai Rp 140 miliar.

”Dana abadi itu analoginya tabungan, sedangkan APBN gaji untuk sehari-hari,” kata Nuh.

Dia menegaskan, dana abadi untuk jaga-jaga dan tak bisa diutak-atik, kecuali untuk urusan sumber daya manusia dan pengembangan keilmuan. ”Tidak untuk beasiswa yang terkait keberlanjutan studi, seperti bidik misi,” kata Nuh.

Oleh karena itu, peruntukan beasiswa khusus bagi dosen, terutama untuk program S-2, S-3, dan para pemenang olimpiade.

Cara pemilihan

Keputusan nama penerima beasiswa datang dari Kemdiknas, sedangkan yang mengeluarkan uang pihak Bendahara Negara. ”Kemungkinan ada badan khusus yang menangani dana abadi, tetapi baru rencana,” kata Nuh.

Meski penanggung jawab pengelolaan dana abadi Kemdiknas, koordinasinya di tangan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Pasalnya, dana fungsi pendidikan tak hanya dimanfaatkan Kemdiknas, tetapi juga oleh 17 kementerian dan lembaga.

Anggota Komisi X DPR, Dedi S Gumilar, mengatakan, dana abadi pendidikan harus mendukung program-program prioritas pemerintah. Tak bisa sekadar asal habis atau terserap.

”Pengalokasian anggaran Kemendiknas sampai kini tidak berdasarkan penelitian, tidak berdasarkan data pokok pendidikan yang sesungguhnya. Akibatnya, alokasi anggaran tidak efektif dan obyektif,” kata dia. (LUK/ELN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com