Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan Hari Anak Nasional Diboikot

Kompas.com - 22/07/2011, 02:39 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas PA bersama 330 anak peserta Kongres Anak Indonesia, pendamping dan aktivis anak dari berbagai daerah menolak ikut merayakan puncak Hari Anak Nasional, 23 Juli mendatang di Ancol, Jakarta Utara. Ini merupakan bentuk protes mereka karena acara pembacaan ”Suara Anak Indonesia” yang dihasilkan Kongres Anak Indonesia ke-10 di Bandung, 18-23 Juli, ini dicoret dari daftar acara.

”Ini ironi. Di saat gencar-gencarnya menegakkan kejujuran, justru hak anak atas partisipasi diberangus dan dibungkam pemerintah,” kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas PA, Kamis (21/7), dari Bandung, Jawa Barat.

Sejak Kamis (21/7), di Gedung Merdeka Bandung yang merupakan tempat Konferensi Asia Afrika 1955, berlangsung Kongres Anak Indonesia yang diikuti 330 anak dari seluruh provinsi. Kongres tahunan ke-10 ini membahas masalah anak untuk disampaikan kepada pemerintah. Hasilnya akan dibacakan pada puncak perayaan Hari Anak Nasional tandingan di Gedung Merdeka, Bandung, pada 23 Juli 2011.

Waktu presiden terbatas

Menurut Arist, acara pembacaan ”Suara Anak Indonesia” itu sudah masuk dalam daftar acara yang dihadiri Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono di Ancol, Jakut. Namun, Sekretariat Negara mencoret acara itu, dengan alasan Presiden memiliki keterbatasan waktu.

Pembacaan Suara Anak Indonesia, kata Arist, dijamin oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa dan undang-undang. Menurut Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya menyangkut persoalan-persoalan yang terkait dengan anak itu sendiri. Undang-undang ini diakui secara nasional dan internasional.

Kongres anak diadakan sejak 2001. Setiap tahun, kongres ini merumuskan banyak persoalan yang dihadapi anak-anak Indonesia berikut merekomendasikan beberapa solusi kepada pemerintah

”Ini merupakan kemunduran. Hasil kongres anak terbukti mampu mendorong pemerintah dan juga lembaga legislatif untuk memperbaiki nasib anak,” kata Arist. Misalnya saja, dari hasil Kongres Anak 2006-2008, pemerintah masing-masing daerah didukung oleh legislatif setempat akhirnya melaksanakan sekolah gratis di tingkat dasar.

Hak kesehatan diabaikan

Secara terpisah, Kepala Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (BKBPPA) Kabupaten Semarang Henry Aminoto mengatakan, anak-anak yang dilahirkan di keluarga miskin lebih rentan terhadap tidak terpenuhinya hak-hak anak. Misalnya saja, perlindungan dan hak untuk mendapatkan akses kesehatan serta pendidikan yang layak. Karena itu, pemerintah harus memberi perhatian khusus pada kedua bidang tersebut.

Kamis kemarin, dua desa di Kabupaten Semarang dicanangkan desa ramah anak, yaitu Desa Wonorejo dan Desa Gondoriyo di Kecamatan Pringapus. Kedua desa itu merupakan dampingan dari Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata dan Childfund, serta memiliki programprogram yang memfasilitasi pemenuhan hak-hak anak di bidang kesehatan dan pendidikan.

Partnership Officer Childfund untuk wilayah Jateng, Lukas Salindra Wijaya, mengatakan, program dari pemerintah sebenarnya sudah berpihak pada anak. Namun, implementasi berbagai kebijakan yang ada masih lemah.

Bupati Semarang Mundjirin ES menargetkan setidaknya ada satu desa layak anak di setiap kecamatan untuk mendorong daerah lain melakukan hal serupa. Mundjirin menargetkan, setidaknya 2013, Kabupaten Semarang menjadi kabupaten layak anak.

(IND/UTI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com