Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meruntuhkan "Menara Gading" Penelitian

Kompas.com - 26/07/2011, 02:39 WIB

Bayangan akan dunia penelitian yang kaku dan dingin sirna ketika menemui anak-anak muda bersemangat di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XXIV 2011 di Universitas Hasanuddin, Makassar, 19–22 Juli. Penelitian bagi mereka justru menjadi kegiatan yang mengasyikkan dan membebaskan.

Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) menjadi ajang bertemunya komunitas ilmiah tingkat perguruan tinggi. Sebanyak 1.700 mahasiswa dari 91 perguruan tinggi se-Indonesia menyemarakkan hajatan intelektual ini. Animo para peserta untuk berkecimpung dalam dunia penelitian terasa menyejukkan di tengah budaya pragmatisme yang mulai menjangkiti pikiran banyak orang, termasuk anak muda.

Berbagai karya inovatif yang dipamerkan seolah menunjukkan bahwa anak muda Indonesia masih punya harapan untuk berkarya bagi negerinya.

Herwandhani Putri (22), mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, misalnya, sudah dua kali mengikuti kegiatan Pimnas. Pada keikutsertaan yang pertama tahun lalu, ia mengikuti lomba untuk program kreativitas mahasiswa (PKM) gagasan tertulis tentang pemanfaatan lahan tembakau di Indonesia.

Kali ini Putri, sapaan akrabnya, bergabung dengan Tim Fakultas Farmasi UGM, yang juga beranggotakan Standie Nagadi (20) dan Ifani Amalia (19), untuk meneliti potensi jeruk purut sebagai agen imunomodulator. Mereka berhipotesis, senyawa flavanoid dalam ekstrak kulit jeruk purut bisa memperkuat daya imun tubuh bagi penderita kanker yang menjalani kemoterapi.

Putri sudah akrab dengan dunia penelitian. Di kampus, ia bergabung dalam Cancer Chemoprevention Research Center, yang bergerak di bidang penelitian sejak dua tahun terakhir. ”Penelitian itu seru. Selalu ada yang baru yang bisa ditemukan, tanpa batas” ujarnya.

Sebuah hobi

Pimnas tahun ini juga menjadi partisipasi kedua bagi Andhika Ari Wibowo (23), mahasiswa Fakultas Peternakan dan Kelautan Universitas Negeri Papua. Bersama Panji Imam Agamawan (22) dan Santos (22), rekan satu timnya, Andhika menganalisis susunan DNA kuda laut Papua (Hipocampus kuda). Penelitian secara spesifik di bidang genetika berguna untuk mengetahui bibit unggul kuda laut.

Untuk membaca urutan DNA kuda laut, Universitas Negeri Papua mendapat bantuan dari Cornell University di Amerika Serikat. Hasil penelitian Andhika dan kawan-kawan bisa menjadi pedoman bagi para pembudidaya agar menghasilkan kuda laut unggulan. Panduan budidaya dibutuhkan mengingat kuda laut memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Harga satu kilogram kuda laut bisa mencapai Rp 2,3 juta.

Baik Putri maupun Andhika menikmati kerja penelitian sebagai sebuah hobi. Mereka sesekali berkumpul di kafe untuk membahas kemajuan penelitian, bergaul dengan orang dari latar belakang berbeda, serta menyempatkan diri untuk sekadar berjalan-jalan di tengah padatnya jadwal kuliah dan meneliti.

Semangat mereka dalam meneliti luar biasa mengingat Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) hanya memberikan bantuan dana Rp 5 juta-Rp 10 juta untuk setiap penelitian. ”Buktinya selama ini kuliah kami lancar dan penelitian di Pimnas pun selesai sesuai tenggat waktu,” ujar Andhika.

Pimnas sebagai ajang tahunan selama ini seringi menjadi pemantik lahirnya komunitas ilmiah di perguruan tinggi. Ketua Panitia Pimnas XXIV, Nasaruddin Salam, mengatakan, penyelenggaraan Pimnas kali ini diharapkan mampu merangsang minat mahasiswa Unhas untuk berkiprah di bidang keilmuan dan teknologi.

Nasaruddin menerjunkan lebih dari 500 mahasiswa Unhas sebagai panitia Pimnas XXIV. Mereka diharapkan terlecut dengan berbagai karya inovatif milik perguruan tinggi lain. ”Setelah meraup sederet prestasi nasional maupun internasional di bidang kesenian dan karya tulis, kini saatnya Unhas fokus di bidang keilmuan,” kata Nasaruddin yang juga Wakil Rektor III Unhas ini.

Keseriusan itu ditunjukkan pihak Rektorat Unhas dengan membuka Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keilmuan dan Penalaran, tahun lalu. UKM tersebut diharapkan efektif merangsang minat mahasiswa dalam membuat proposal kegiatan yang bersifat ilmiah. Selain menunjukkan keseriusan berkegiatan ilmiah, proposal dibutuhkan sebagai syarat mengikuti Pimnas.

Seleksi ketat

Dalam Pimnas XXIV, mahasiswa Unhas membuat 148 proposal ilmiah. Namun, hanya lima di antaranya yang lolos seleksi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas. Bandingkan dengan UGM yang mampu meloloskan 39 tim dan sukses mempertahankan gelar juara Pimnas kali ini.

”Tidak mudah mendorong mahasiswa untuk meneliti. Namun, saya optimistis keberadaan UKM Keilmuan dan Penalaran mampu mendorong mahasiswa bergabung dalam dunia penelitian,” kata Nasaruddin.

Menurut Kepala Subdirektorat Kreativitas dan Pengabdian Masyarakat Kemdiknas Nadjamuddin Ramly, banyaknya proposal yang dihasilkan juga sebagai bentuk keseriusan dosen memotivasi mahasiswa dalam berkegiatan ilmiah. Kualitas Pimnas pun terus dibenahi dari tahun ke tahun.

Dengan kian ketatnya seleksi proposal, Pimnas kali ini minus perguruan tinggi negeri (PTN) dari sejumlah provinsi, seperti Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Sebaliknya, beberapa perguruan tinggi swasta (PTS) justru mampu meloloskan lebih dari 10 tim dalam empat kategori program kreativitas, yakni teknologi, kewirausahaan, pengabdian masyarakat, dan karya tulis.

”Proses seleksi tak lagi melihat status PTN atau PTS. Juri mengutamakan karya yang kreatif, inovatif, dan baru,” ujar Nadjamuddin. Karya yang dipamerkan dalam Pimnas, meskipun umumnya aplikatif, masih membutuhkan riset lanjutan agar fungsinya optimal. Keterbatasan dana biasanya membuat sebuah karya ilmiah hanya terdokumentasikan dalam jurnal ilmu pengetahuan dan teknologi.

Itulah mengapa Kemdiknas terus berupaya menyosialisasikan hasil karya ilmiah kepada kalangan dunia usaha melalui Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Peran dunia usaha diharapkan mampu menyempurnakan manfaat sebuah penemuan, seperti yang telah dilakukan mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, dan Universitas Udayana, Denpasar.

Mereka menggandeng perusahaan konveksi untuk menggunakan desain batik dalam bentuk kaus dan tas. Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya membuat desain batik dari simbol-simbol gerigi mesin. Adapun tim kesenian dari Universitas Udayana merancang tas dari bahan batik yang dikombinasikan dengan anyaman bambu.

Produk tersebut telah dipasarkan di sekitar Malang dan Bali dengan harga mulai Rp 50.000 hingga Rp 135.000 per buah. Jaringan yang mulai terbangun antara peneliti dan pengusaha menjadi angin segar bagi dunia penelitian kampus. ”Tantangan selanjutnya adalah bagaimana hasil karya ilmiah mahasiswa mendapatkan hak paten sebagai kekayaan intelektual,” ujar Nadjamuddin.

Ayo, terus berkarya kawan-kawan!(ASWIN RIZAL HARAHAP/ MARIA SERENADE SINURAT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com