Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Nelayan Membalas Budi Laut

Kompas.com - 01/08/2011, 05:30 WIB

Sepanjang dermaga Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu, Minggu (12/6), begitu ramai dijejali pengunjung. Semula kami menduga orang-orang itu tengah menunggu kapal untuk bertolak ke Jakarta. Namun, dugaan kami keliru. Mereka tengah menikmati sesuatu di sana.

Pandangan orangtua dan anak-anak mereka tertuju ke bawah dermaga sambil sesekali menunjuk sesuatu. Kami pun ikut mendekat. Ternyata ada seekor penyu besar berukuran hampir sepanjang 1 meter tengah hilir-mudik di dasar air. Di sekitarnya tampak rombongan ikan ayam-ayam melintas.

Ada juga sekelompok ikan remora berbaris rapi menurut ukuran tubuhnya. Remora terpanjang berbaris paling atas dan yang terkecil di urutan paling bawah. Pemandangan itu sangat mengesankan. Mereka kemudian dilewati sejumlah napoleon, buntel, dan ikan jenis lain dengan warna-warna cerah.

Salah satu teman kemudian menanyakan apakah ada juga ikan hiu di antara rombongan biota laut di bawah dermaga ini mengingat rombongan remora dikenal sebagai kelompok ikan yang selalu membuntuti hiu. Salah seorang nelayan yang tengah menjagai tempat itu langsung menjawab, ada cukup banyak. Kami hanya perlu sedikit lebih cermat memerhatikan tiap sudut bawah air ini.

Kami pun mulai berkeliling. Tiba-tiba tampak sejumlah hiu sirip remaja melintas. Mereka berada agak jauh dari keramaian ikan dan manusia di tempat kami berdiri semula. Mereka tampaknya tak nyaman berada dekat banyak orang di atas dermaga itu.

Biota laut

Bagi wisatawan yang tak bisa menyelam, pemandangan seperti ini sungguh menarik! Tak perlu repot menyelam dan takut tenggelam, sebagian isi perairan Kepulauan Seribu telah tersaji di tepian dermaga yang dinamai oleh kelompok nelayan setempat sebagai ”Miniatur Biota Laut”.

Miniatur Biota Laut adalah murni ide para nelayan dan kelompok sadar wisata di Pulau Pramuka, yang terletak di bagian utara Taman Nasional Kepulauan Seribu. Dari hasil rembukan sekitar dua bulan lalu, mereka bersepakat membuat sesuatu yang bisa mengangkat Pulau Pramuka sebagai sebuah aset wisata. Dari situ, mereka berharap kunjungan wisatawan akan terus meningkat.

Menghidupkan miniatur biota laut dilakukan dengan cara yang tidak sulit, tetapi butuh kerja sama. Miniatur yang dibuat di sekitar dermaga itu dibatasi oleh rangkaian jaring di bagian terluar. Jaring ini merupakan sumbangan salah seorang pemilik penginapan di pulau tersebut. Kolam miniatur lalu diberikan rumpon-rumpon buatan, kemudian diisi beragam biota laut. Setiap nelayan jaring murami menyelam dan mendapati jenis ikan berbeda, memasukkan beberapa ke dalamnya. Di dalam kolam miniatur yang tidak terpisah dengan laut itu sendiri, ikan-ikan tersebut dapat tetap nyaman karena sudah tersedia rumpon sebagai rumah dan tempat berkembang biak. Rumput laut dan terumbu karang juga masih ada di sekitar itu sehingga ikan dapat bebas bermain.

Usaha nelayan cukup progresif. Saat ini sudah terkumpul 18 jenis hiu dalam miniatur laut, penyu sisik, ikan salome, anamon, kakaktua, buntel, cendero, kerapu, dan berbagai jenis biota lainnya.

Menurut Syahrullah, inilah saatnya bagi nelayan untuk membalas budi kepada laut yang selama ini memberi mereka penghidupan. ”Selama ini kami cuma mengambil isi laut untuk kepentingan hidup, tetapi tidak pernah mikir untuk merawatnya. Jadi, upaya ini sebagai bagian dari konservasi untuk mengatasi dahsyatnya aktivitas perusakan terhadap perairan Kepulauan Seribu,” tuturnya.

Ia bercerita, belum lama ini ada dua penyu hijau yang panjangnya sudah sekitar 1,2 meter menjadi korban aktivitas melaut nelayan dari luar. Dua penyu itu terperangkap jaring dan diduga akhirnya mati. Jika aktivitas seperti ini dibiarkan terus berlangsung, suatu saat nanti penyu bisa jadi punah.

Atas dasar itulah, nelayan lokal ingin menjaga keberlangsungan hidup penyu dan biota lainnya. Namun, tidak mungkin mereka melarang nelayan dari luar beraktivitas di perairan Kepulauan Seribu. Dengan demikian, cara paling aman adalah menyelamatkan apa yang masih bisa diselamatkan. ”Apakah aktivitas ceroboh seperti ini akan kami biarkan merusak biota di laut kami? Jangan sampai ini terus terjadi,” ujarnya.

Aksi bersih laut

Upaya konservasi atas kehidupan bawah laut tidak sebatas itu saja. Para nelayan juga secara mandiri memungut sampah di dasar laut sekitar Pulau Pramuka. Setiap bulan, pada hari Jumat, nelayan meliburkan diri dari melaut. Mereka ramai-ramai menyelam, lalu memunguti sampah hingga kedalaman 20 meter atau 30 meter. Jangan kaget, dalam satu kali aksi, sampah yang terkumpul mencapai sekitar 8 kuintal! Sebagian besar berupa plastik dan botol air mineral.

Menurut Syahrullah, keadaan itu sangat mengerikan. Namun, nelayan tidak bisa hanya berdiam diri dan menyesali keadaan taman laut mereka. Sampah-sampah bawah laut harus diangkat sebagai upaya menyelamatkan sumber pangan mereka. Jika tidak, bawah laut itu bakalan tak beda jauh dengan Bantar Gebang.

Regional Manager PADI Asia Pacific Abi Carnadie membenarkan mulai tumbuhnya kesadaran nelayan membersihkan bawah laut Kepulauan Seribu. Usaha mereka juga didukung oleh para penyelam profesional, seperti PADI, yang merupakan kelompok instruktur selam yang sering mengadakan latihan penyelaman di sekitar Pulau Pramuka. ”Pembersihan laut sering kami lakukan bersama- sama nelayan setempat,” ujar Abi.

Menurut Abi, saat ini banyak terumbu karang mati di perairan Kepulauan Seribu. Penyebabnya adalah terumbu terpapar sampah dan limbah. Sampah sering kali tersangkut di karang-karang lembut yang menjadi rumah ikan, membuat karang rusak dan lama-kelamaan mati.

Menurut Abi, ada sekitar 2 ton sampah dari 13 sungai di Jakarta mengendap di Teluk Jakarta. Lautan sampah akan selalu kita dapati di perairan ini, khususnya pada musim hujan. Lemahnya kebijakan pengelolaan sampah di Jakarta telah mengorbankan perairan Kepulauan Seribu sebagai tempat pembuangan akhir sampah.

Lain lagi pengalaman instruktur selam dari Ody Dive, Michael Sjukrie. Kedatangan wisatawan dalam jumlah besar menyumbang perusakan ekosistem bawah laut. Ia bercerita, kegiatan penyelaman yang sangat mengagumkan di Kepulauan Seribu adalah saat menyaksikan keberadaan sepasang kuda laut berwarna oranye berkejaran dalam serangkaian terumbu karang berbentuk kipas. Namun, setahun lalu, ada sekelompok besar wisatawan berjumlah 40 orang melakukan penyelaman di sekitar terumbu itu. Tak lama setelah itu, Michael kembali menyelam dan mendapati pasangan kuda laut beserta terumbu kipas telah hilang. Bagi para penyelam, keadaan itu bagai sebuah musibah.

Beni A Jani, Manajer Penginapan De Lima di Pulau Pramuka, sepakat bahwa perusakan ekosistem bawah laut dapat berpengaruh pada menurunnya minat wisatawan berkunjung. Namun, wisatawan juga harus disadarkan untuk ikut melestarikan lingkungan laut itu sendiri. Karena itu, sejak awal pihaknya selalu memberi peringatan kepada wisatawan yang ingin menyelam atau sekadar berenang di sekitar pantai untuk tidak menyentuh terumbu karang.

Semua isi laut itu dapat sepuasnya dinikmati oleh mata dan rasa. Namun, janganlah mereka diganggu karena seluruh keindahan itu juga dapat hilang, tanpa kita sempat menyadarinya.

(Irma Tambunan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com