Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pungli dan Premanisme Hambat Bisnis Alas Kaki

Kompas.com - 01/08/2011, 12:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pelaku usaha industri alas kaki mengeluhkan berbagai hambatan yang mengganggu bisnis mereka. Yang utama adalah pasokan bahan baku yang minim, premanisme, dan pungutan liar di sekitar pabrik.

Eddy Widjanarko, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menjelaskan, industri alas kaki, khususnya sepatu, kerap kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku terutama kulit. Pasalnya, pabrik penyamakan kulit dalam negeri masih sangat sedikit. Di sisi lain, impor bahan baku kulit juga terhadang regulasi yang berbelit-belit.

Menurut Eddy, waktu yang dibutuhkan untuk mendatangkan bahan baku impor, mulai karantina sampai di pabrik, bisa mencapai satu hingga tiga minggu.

Proses yang berbelit ini praktis memperlambat proses produksi alas kaki. "Kami sudah sampaikan hal ini ke Kementerian Perdagangan. Kami mohon agar ada koordinasi dengan Bea dan Cukai sehingga prosesnya tak terlalu lama," ujar Eddy, baru-baru ini.

Selain ketersediaan bahan baku, perusahaan alas kaki juga sering menghadapi hambatan sosiokultural di sekitar kawasan pabrik. Harly Widiyanto, Manajer Senior Sumber Daya Manusia PT Chang Shin Indonesia menuturkan, perusahaan asal Korea Selatan itu sebenarnya baru saja mengoperasikan pabrik di Karawang, Jawa Barat, awal tahun silam.

Pabrik ini memiliki kapasitas produksi sekitar 350.000 pasang sepatu per bulan. Meski sudah mengantongi izin pendirian pabrik, Chang Shin acap kali menghadapi tindakan premanisme dari warga setempat yang meminta pungutan liar ke pabrik sepatu olahraga merek Nike itu.

Akan ada pelatihan

Kondisi tersebut diperparah oleh perilaku oknum pemerintah daerah (pemda) setempat yang meminta pungutan tambahan dan proses perizinan yang sengaja dibuat berbelit-belit. Apalagi, perusahaan itu tidak menemukan perlakuan serupa di China atau Vietnam.

Di samping itu, Chang Shin juga mengeluhkan pasokan tenaga kerja terampil yang terbatas. Akibatnya, pengusaha harus menggelontorkan investasi tambahan untuk melatih mereka. "Masalah-masalah seperti itu membuat langkah kami lambat," jelas Herly.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu berjanji bakal menindaklanjuti keluhan dari pengusaha. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, Mari memastikan akan mendorong daerah agar memberikan pelatihan kepada warga yang masuk kategori angkatan kerja. "Sudah ada beberapa daerah seperti Jawa Timur, yang punya anggaran untuk pelatihan," ujarnya.

Untuk meminimalisasi aksi premanisme, Kementerian Perdagangan berjanji akan berkordinasi dengan beberapa pihak seperti Kementerian Dalam Negeri dan pemda setempat. "Kami akan berusaha agar pemerintah daerah bisa menjamin keamanan daerah sehingga iklim usaha di tempat tersebut lebih kondusif," kata Mari. (Veri Nurhansyah Tragistina/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com