Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Pemerintah Jangan Populis

Kompas.com - 15/08/2011, 15:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden diharapkan bersikap tegas dalam mengatur anggaran subsidi energi, baik listrik dan bahan bakar minyak (BBM). Ini menjadi penting agar pertumbuhan ekonomi tidak terganggu.

Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha, kepada Kompas.com via telepon, Senin ( 15/8/2011 ). "Terlalu besar porsinya subsidi energi BBM dan listrik dalam anggaran APBN yang mencapai 20 persen dari total anggaran. Subsidi untuk BBM naik dari Rp 95 triliun menjadi Rp 130 triliun (pada APBN-Perubahan). (Sementara) subsidi listrik naik Rp 55 triliun," ujar Satya.

Bahkan, lanjut dia, jika digabungkan antara anggaran belanja (53 persen)dan subsidi (20 persen) antara pemerintah pusat dan daerah, maka dihasilkan angka sebesar 73 persen. Artinya, APBN sebanyak itu, hanya untuk sesuatu yang bukan bersifat membangun.

Menurutnya, besaran subsidi tersebut harus dikendalikan mulai dari sekarang. Jika tidak dikendalikan, dampaknya terhadap perekonomian nasional bisa seperti yang terjadi di Amerika Serikat.

Ia menuturkan, kondisi perekonomian AS yang sekarang salah satunya disebabkan oleh kebijakan subsidi yang cukup besar, salah satunya subsidi kesehatan. Untuk itu, ia meminta agar pemerintah jangan hanya berpatokan pada anggaran subsidi yang telah dinaikkan.

Kondisi berbeda, lanjut dia, justru diperlihatkan di lapangan dengan terjadi kelangkaan BBM di sejumlah daerah. Bahkan ada harga BBM di beberapa daerah yang naik karena ulah para tengkulak. "Jangan sampai patokan subsidi yang sudah tinggi, lalu terjadi kelangkaan dan harga BBM yang tinggi di daerah," ungkap dia.

Sebagai salah satu solusi, ia mengemukakan, intensifikasi energi harus dilakukan. Baik dengan menghemat energi dan memanfaatkan bahan buangan, seperti ampas tebu yang bisa digunakan untuk energi biomassa.

Tapi lebih dari itu, ia meminta agar pemerintah tidak mengambil kebijakan yang populis. Kebijakan subsidi, lanjut dia, harus tepat sasaran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com