Jakarta, Kompas -
”Saya menemukannya dalam keadaan berdebu dan terpencar- pencar. Dari bendelan kertas- kertas lain, saya akhirnya bisa mengumpulkan naskah Pak Poerbo dan mengurutkannya. Ternyata masih lengkap,” tutur Kuntara Wiryamartana, pakar sastra Jawa yang membantu proses penerbitan buku tersebut. Menurut catatan pada akhir teks, naskah selesai ditulis Poerbatjaraka pada 8 Januari 1952.
Buku Ramayana Djawa Kuna karya Poerbatjaraka ini ditulis dalam huruf Latin disertai terjemahan dalam bahasa Indonesia ejaan lama. Ia menulis buku tersebut berdasarkan buku terbitan tahun 1900 karya H Kern, ilmuwan Belanda yang menekuni bahasa Jawa Kuno. Karya H Kern ditulis menggunakan huruf Jawa.
Cerita Ramayana Djawa Kuna ini berbeda dengan cerita Ramayana karangan penyair Walmiki yang berbahasa Sansekerta. Menurut Kuntara, banyak bagian cerita Ramayana Djawa Kuna yang berbeda dengan Ramayana karya Walmiki. ”Dari situ terlihat jelas, cerita Ramayana Djawa Kuna ditulis oleh pujangga dari Jawa sendiri,” ungkap Kuntara.
Cerita Ramayana Djawa Kuna diperkirakan ditulis seorang pujangga pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung dari Kerajaaan Mataram Hindu di Jawa Tengah.
Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Edi Sedyawati mengatakan, Cerita Ramayana Djawa Kuna adalah karya sastra berbentuk kakawin atau puisi kuno yang berpola seperti kaidah poetika Sansekerta. Karena masih mempertahankan teks dalam bahasa Jawa Kuna, buku cerita Ramayana Djawa Kuna dapat difungsikan sebagai ”buku pelajaran” Bahasa Jawa Kuna.
Buku karya Poerbatjaraka ini mengajarkan mengurai satuan- satuan kata yang digunakan dalam kakawin tersebut. Dalam perkembangan sejarah sastra, Ramayana kakawin ini masih hidup di masyarakat Bali.