Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Temuan ICW soal Dugaan Korupsi RSBI

Kompas.com - 19/08/2011, 07:07 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch dan Aliansi Orangtua Peduli Pendidikan Indonesia mengungkap sejumlah temuan yang dinilai janggal mengenai penggunaan anggaran yang terindikasi korupsi, tidak akuntabel, dan berpotensi memicu praktik korupsi di SMPN 1 Jakarta (rintisan sekolah berstandar internasional/RSBI). Temuan itu tersusun rapi dalam satu bundel dokumen yang diserahkan ICW dan APPI kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Kamis (18/8/2011).

Adapun rincian beberapa kejanggalan dalam penggunaan anggaran di SMPN 1 Jakarta adalah sebagai berikut.

Hal yang terindikasi korupsi adalah dana insentif yang diberikan SMPN 1 Jakarta kepada pengawas RSBI Jakarta Pusat sebesar Rp 1 juta pada 18 Oktober 2010. Menurut Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri, hal tersebut merupakan bentuk gratifikasi yang diberikan pihak sekolah (kepala sekolah dan komite) kepada pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan suku dinas Jakarta Pusat. Hal tersebut, kata Febri, bertentangan dengan Undang-Undang Antikorupsi yang menyebutkan PNS tidak boleh menerima dana apa pun dari masyarakat. Terlebih pengawas RSBI tidak berhubungan langsung dengan kegiatan RSBI dan tidak ada penganggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) SMPN 1 Jakarta.

Hal lain yang oleh ICW dan APPI dinilai tidak akuntabel dan berpotensi memicu terjadinya korupsi adalah saat bendahara sekolah mengeluarkan dana sebesar Rp 5 juta untuk keperluan koordinasi RSBI dan lokakarya RSBI se-DKI Jakarta pada 3 September 2010. Padahal, dalam APBS SMPN 1 Jakarta tidak ada alokasi secara eksplisit mengenai dana yang diperuntukkan bagi kegiatan tersebut.

Selanjutnya, lanjut Febri, hampir setiap bulan Bendahara SMPN 1 Jakarta mengucurkan dana sekitar Rp 3,1 juta yang berasal dari rekening sumbangan rutin bulanan (SRB) untuk keperluan pembayaran listrik sekolah tersebut. Padahal, dalam APBS, pembayaran listrik sepenuhnya dibiayai oleh dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan tidak ada sumber lain selain dari dana BOS.

"Hal ini semakin membuktikan bahwa pengelolaan dana orangtua murid RSBI dan dana pendidikan di sekolah tersebut tidak akuntabel karena pembelanjaan tidak sesuai dengan apa yang telah dianggarkan," katanya.

Fakta lain adalah adanya dana transpor untuk keperluan monitoring dan evaluasi (monev) serta supervisi pada 23 Desember 2010 sebesar Rp 9 juta. Meski tercantum dalam APBS, menurut dia, hal tersebut tetap menuai banyak pertanyaaan. Pasalnya, SMPN 1 Jakarta sebagai subyek tak seharusnya mengeluarkan dana sebesar itu.

"Hal ini semakin janggal karena untuk apa dana transportasi monev tersebut jika monevnya dilakukan di SMPN 1 Jakarta. Jika monev dilakukan di luar tentu bisa diterima, tetapi apakah perlu monev dilakukan di luar sekolah? Ini menjadi hal yang aneh," tuturnya.

Febri melanjutkan, pada 8 Desember 2010, bendahara sekolah juga menggelontorkan dana sebesar Rp 19,8 juta untuk membiayai penilaian kinerja kepala sekolah (PKKS) SMPN 1 Jakarta. Pengeluaran ini sebenarnya tercantum dalam alokasi APBS, tetapi dinilai janggal karena jumlahnya terlalu besar untuk membiayai kegiatan seperti itu.

Selain itu, dana SRB dan SPDB juga dialokasikan untuk konsumsi makan siang guru dan karyawan sebesar Rp 31 juta untuk periode Juli 2010 sampai Juni 2011. Padahal, dalam APBS SMPN 1 Jakarta poin 5b 10 telah disiapkan anggaran untuk keperluan tersebut sebesar Rp 52 juta, yang bersumber dari dana biaya operasional pendidikan (BOP). ICW dan APPI mempertanyakan ke mana dana makan dan minum harian pegawai yang berasal dari BOP.

"Belum lagi pada 16 Desember 2010, bendahara sekolah mengeluarkan biaya transpor untuk rapat dinas saat penetapan nilai rapor semester 1 sebesar Rp 3,15 juta. Pengeluaran ini aneh karena apakah sekolah perlu mendapatkan persetujuan dinas pendidikan atau suku dinas pendidikan untuk menetapkan nilai rapor murid RSBI," kata Febri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com