Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikembangkan Teknik Ekohidrologi

Kompas.com - 24/08/2011, 04:16 WIB

Jakarta, Kompas - Musim kemarau membuat lahan gambut terbuka mudah tersulut api. Salah satu usaha mencegah kebakaran adalah membuat kanal-kanal yang memastikan lahan gambut terendam air.

Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Iman Santoso, Selasa (23/8), di Jakarta, mengatakan, teknik ekohidrologi itu mulai diujicobakan di lahan-lahan gambut. Ia berharap dalam waktu dekat hal ini bisa digunakan di lahan-lahan gambut yang mengering dan berpotensi terbakar.

Pada lahan gambut yang kering akan keluar gas metana. Gas yang sangat ringan ini sangat mudah terbakar.

Iman menjelaskan, Kementerian Kehutanan memberikan izin hutan tanaman industri pada lahan gambut sebelum muncul isu emisi. Kini, Kemhut kesulitan menarik kembali ataupun memindahkan izin lokasi.

Ia berharap penerapan ekohidrologi, yakni pengairan lahan gambut, bisa memulihkan kondisi yang rusak.

Yuyun Indradi, Juru Kampanye Politik Hutan Greenpeace, mengatakan, teknik ekohidrologi bisa menjadi pembenaran untuk membuka lahan gambut. ”Teknik ekohidrologi dilakukan karena lahan gambut dibuka. Jadi lebih baik tidak memberikan izin di lahan gambut atau meninjau kembali izin yang telanjur diberikan,” katanya.

Dalam siaran pers hasil Rapat Koordinasi Terpadu Daerah tentang Kesiapan Daerah dalam Menanggulangi Kebakaran Hutan dan Lahan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (22/8), Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta menekankan cara paling efektif untuk menanggulangi kebakaran lahan adalah tindakan preventif.

Itu, antara lain, dengan melakukan penyuluhan kepada pemilik/pengelola kebun dan lahan tentang bahaya membuka lahan dengan cara membakar. Dengan demikian, para pemilik lahan dan petani lebih peduli pada akibat yang timbul, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan gangguan transportasi.

Ia menekankan perlunya dijalin kerja sama dan koordinasi dengan unsur masyarakat. Sebagai contoh, Kementerian Lingkungan Hidup membentuk dua proyek percontohan di Kalimantan Barat dan Riau dengan membentuk Masyarakat Peduli Api. ”Kami memberi bantuan alat pemadam api, seperti pompa portable, selang, dan alat pembantu pencegah kebakaran,” ujarnya.

Dari data satelit NOAA-ASMC diketahui, jumlah titik api yang terdeteksi di Kalimantan hingga 21 Agustus 2011 berjumlah 2.256. Yaitu di Kalbar 728, Kalsel 421, Kalteng 745, dan di Kaltim 362. Jumlah titik api tertinggi terjadi pada 15 Agustus, yakni 320 titik. Kabupaten Pulang Pisau di Kalteng menjadi penyumbang terbanyak titik api pada tanggal tersebut, yakni 40 titik. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com