Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Pertanyakan Langkah UI

Kompas.com - 02/09/2011, 02:51 WIB

Jakarta, Kompas - Sejumlah anggota DPR mempertanyakan langkah Universitas Indonesia yang memberikan gelar doktor honoris causa kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis al-Saud. Selain motifnya tidak jelas, pemberian gelar tersebut dinilai kurang transparan.

Meskipun pemberian gelar doktor honoris causa (HC) merupakan hak UI, tetapi tokoh yang diberikan gelar kehormatan itu dipertanyakan kelayakannya.

”Pemberian gelar tersebut setidaknya pada tokoh yang punya hubungan baik dengan Indonesia,” kata Rully Chairul Azwar, Wakil Ketua Komisi X DPR, di Jakarta, Kamis (1/9).

Menurut Rully, Arab Saudi masih memiliki banyak masalah dengan Indonesia, terutama di bidang tenaga kerja. Namun, justru rajanya mendapat gelar doktor HC di bidang kemanusiaan. ”Banyak pihak yang disakiti dengan pemberian gelar tersebut,” kata Rully.

Hetifah S, anggota Komisi X dari Fraksi Partai Golkar, mengatakan, penganugerahan gelar doktor HC merupakan penghormatan atas suatu prakarsa atau perjuangan politik yang diakui dan bisa dirasakan dampaknya secara luas oleh masyarakat.

”Dalam kasus Raja Arab Saudi, kita tidak mendengar dan merasakan prakarsa, karya, dan perjuangan politik Raja yang berdampak pada keilmuan dan kemanusiaan. Bahkan sebaliknya, banyak kasus-kasus yang bertentangan dengan kemanusiaan dan menimpa warga negara Indonesia. Komisi X patut mempertanyakan motif UI memberikan gelar tersebut,” kata Hetifah.

Dedi S Gumelar, anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI-P, mendukung Komisi X untuk mempertanyakan keputusan UI memberikan gelar kehormatan kepada Raja Arab Saudi.

Anggota Komisi IX DPR, Okky Asokawati, menegaskan, DPR akan memanggil Rektor UI untuk dimintai penjelasan mengenai pemberian gelar tersebut.

Raihan Iskandar, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mengatakan, UI punya standar dan penilaian yang mesti dihormati dalam pemberian gelar HC kepada suatu tokoh. ”Jangan apa-apa dibawa ke ranah politis,” katanya.

Tiga tahun lalu

Secara terpisah, Rektor UI Gumilar Ruswila Somantri mengatakan, keputusan UI memberikan gelar doktor HC kepada Raja Arab Saudi itu di bidang perdamaian dan kemanusiaan tidak terkait parsial dalam hubungannya dengan Indonesia saja. Raja Arab Saudi dinilai punya peran dalam perdamaian dan kemanusiaan di tingkat global.

Gumilar menegaskan, pemberian doktor HC untuk Raja Arab Saudi tersebut sudah dikaji komite yang terdiri dari delapan guru besar UI dari berbagai disiplin ilmu yang mewakili unsur anggota majelis wali amanah, senat akademik, dan guru besar.

”Saya tetap menghargai keberatan-keberatan dari sejumlah pihak. Saya bisa hormati dan pahami di tengah era kebebasan berpikir. Namun, pemberian gelar HC ini dengan melihat nilai- nilai universal yang sesuai dengan nilai di UI dan mekanisme yang ada, serta untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas lagi,” kata Gumilar.

Menurut Gumilar, keputusan pemberian doktor HC untuk Raja Arab Saudi dari UI itu terjadi sekitar tiga tahun lalu. Enam bulan kemudian, UI diminta mengirimkan tim yang antara lain terdiri dari Prof Iberamsjah dan Maswadi Rauf, serta Alwi Shihab yang saat itu menjabat Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah yang mengadakan pertemuan dengan Kementerian Pendidikan Tinggi Arab Saudi.

Baru sekitar tiga bulan sebelum penyerahan atau Mei 2011, UI mendapat respons, Raja bersedia menerima gelar HC dari UI. Karena raja sudah sepuh, penyerahan dilakukan di Istana Kerajaan pada 21 Agustus 2011.

Gumilar pun berharap, setelah Raja Arab Saudi mendapat gelar doktor HC, sikap kerajaan dan masyarakat Arab Saudi terhadap bangsa Indonesia berubah, termasuk dalam memperlakukan TKI. (ELN/NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com