Jakarta, Kompas
”Kami menyayangkan dan prihatin dengan pemberian gelar doktor
Maman mengatakan, pemberian gelar doktor HC kepada Raja Arab Saudi tersebut mesti dikaji apakah sesuai dengan mekanisme yang ada selama ini. Ini disebabkan banyak kejanggalan seputar pemberian gelar tersebut.
”Pemberian gelar doktor HC untuk Raja Arab Saudi itu tidak tepat dengan kondisi batin masyarakat, terutama yang terkait dengan banyaknya perlakuan tidak manusiawi terhadap tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Tidak ada transparansi soal ini,” ujar Maman.
Menurut Maman, BEM akan meminta pertanggungjawaban Rektor untuk menyelesaikan persoalan ini, tetapi dengan tetap memperhatikan dampaknya terhadap hubungan Arab Saudi-Indonesia.
”Bagi UI sendiri, persoalan pemberian gelar doktor HC buat Raja Arab Saudi yang dikecam banyak pihak, menjadi pintu masuk untuk melihat persoalan-persoalan besar lainnya di kampus ini. Perlu dikaji apakah kesalahan demi kesalahan yang terjadi karena figur pemimpin atau sistem yang tidak benar,” kata Maman.
Sementara itu, Prof Iberamsjah dari Dewan Guru Besar UI mendesak Rektor UI untuk minta maaf kepada masyarakat Indonesia, terutama kepada para tenaga kerja Indonesia. Pemberian gelar doktor HC di bidang perdamaian dan kemanusiaan bagi Raja Arab Saudi dinilai tidak masuk akal.
”Pemimpin yang diberi gelar kehormatan tersebut justru membiarkan perlakuan Arab Saudi yang melanggar hak-hak asasi para tenaga kerja Indone-
Ia juga meluruskan berita di
Menurut Iberamsjah, mekanisme untuk memutuskan pemberian gelar doktor HC untuk Raja Arab Saudi tidak seperti sebelumnya. Para guru besar tidak mengetahui ada perubahan untuk mempermudah pemberian gelar doktor HC yang dilakukan Rektor UI.
Iberamsjah mengatakan, pemberian gelar Doktor HC semestinya diputuskan Senat Akademik dan disetujui Dewan Guru Besar UI. Rektor juga harus berkonsultasi dahulu dengan Majelis Wali Amanah.
Secara terpisah, Rektor UI Gumilar R Somantri menekankan, pemberian doktor HC kepada Raja Arab Saudi tidak terkait parsial dalam hubungannya dengan Indonesia saja. Raja Arab Saudi dinilai punya peran besar dalam perdamaian dan kemanusiaan di tingkat global.
Raja Arab Saudi dianggap melakukan langkah-langkah modernisasi Islam di Arab Saudi. Contohnya, ia mendirikan King Abdullah University of Science and Technology yang membolehkan mahasiswa laki-laki dan perempuan kuliah bersama.
Raja mendukung pengembangan perekonomian yang berbasiskan energi terbarukan. Untuk mewujudkan ini, Raja membangun sains dan teknologi untuk menghasilkan riset-riset.
Raja Arab Saudi dinilai aktif mengembangkan dialog lintas keagamaan, utamanya Islam-Yahudi-Kristen. Termasuk juga memberikan pemahaman bahwa terorisme tidak terkait ajaran Islam, tetapi masalah dimensi ketidakadilan. Raja Arab Saudi juga dinilai aktif mengembangkan perdamaian di kawasan Timur Tengah, terutama masalah Palestina-Israel.
Menurut Gumilar, sekitar 20 tahun belakangan, UI sangat jarang memberikan gelar doktor HC kepada tokoh-tokoh atau orang yang memiliki kelayakan menerima gelar tersebut. Padahal, UI yang masuk dalam kampus berkelas dunia perlu proaktif memberikan gelar doktor HC.