Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesalahan Sivitas Akademika

Kompas.com - 07/09/2011, 02:03 WIB

Produk-proses-komunitas

Inti terdalam sejarah ilmu pengetahuan adalah pertumbuhan teori ilmiah berupa tabel-tabel kronologis dan catatan-catatan invensi serta penemuan. Inti ini dilapisi dunia pemikiran ilmiah (kelembagaan pengajaran dan riset), tempat munculnya aneka teori tadi. Sejarah keintelektualan dari ilmu pengetahuan ini kemudian dilapisi oleh lingkungan profesional tempat ilmuwan/sarjana melakukan kerja harian berupa organisasi riset atau kelompok kekaryaan mereka, asosiasi tempat mereka tergolong, universitas di mana-mana berkarya. Lapisan ini biasa disebut ”infrastruktur akademik”. Akhirnya ada lapisan terluar, yaitu masyarakat luas.

Lapisan sejarah keilmuan perlu diungkap guna mengoreksi kekeliruan pandang. Orang cenderung melihat hubungan langsung antara pertumbuhan teori yang merupakan inti terdalam sejarah ilmu pengetahuan dan masyarakat luas di lapisan terluar, yang dengan begitu mengabaikan keberadaan unsur antara yang justru merupakan fokus kelahiran dan pengembangan spirit ilmiah, manifestasi dari komunitas ilmiah yang abstrak.

Ketidakpahaman masyarakat umum dan sivitas akademika tentang keberadaan lapisan-lapisan itu mengakibatkan ketidaksadaran bahwa ilmu pengetahuan punya tiga aspek: produk, proses, dan komunitas. Tidak disadari bahwa, kalaupun ia ditangani guna dikembangkan, yang perlu dibangun lebih dahulu ilmu pengetahuan selaku ”komunitas”. Lalu, dalam artian ”proses” yang oleh Thomas Kuhn disebut ”normal science” kemudian baru berupa ”produk”. Tidak seperti yang lazim berlaku di kampus hingga sekarang, mendahulukan ”produk” tanpa menghiraukan ”proses” dan mengabaikan ”komunitas”.

Kekeliruan pandang ini, ketidaknormalan kampus, sudah saya deteksi sejak awal 1970-an. Penertiban yang diusahakan melalui kebijakan ”normalisasi kehidupan kampus” ditentang oleh mereka dengan dalih ”kebebasan akademis” dan ”kampus bebas-nilai”. Padahal ”there can be no such thing as a value-free university” sebab ilmu pengetahuan yang digeluti sehari-hari juga tidak bebas-nilai.

Setiap komunitas nasional terdiri atas aneka bagian: sub-komunitas ilmiah, bisnis, politik, religius, artistik, dan lain-lain. Setiap bangsa terbukti bisa maju hanya sesudah dan selama sub-komunitas ilmiahnya berkembang lebih cepat relatif terhadap kemajuan sub-komunitas yang lain karena ialah yang memasok ide-ide pencerahan yang diterapkan di lain-lain bagian komunitas nasional.

Ini berarti, kelalaian yang berlarut-larut dalam membina kampus jadi komunitas ilmiah bisa berakibat fatal bagi kemajuan Indonesia sebagai keseluruhan. Lebih-lebih jika diingat bahwa satu-satunya unsur potensial bagi pembentukan komunitas ilmiah di sini adalah kampus. Plagiarisme di kalangan sivitas akademika tidak terjadi jika kampus sudah menjadi komunitas ilmiah yang worthy by the name.

Maka, sivitas akademika bersalah karena tidak menunaikan tugas khas dari kekaryaannya yang spesifik, yaitu tak peduli pada masalah krusial bangsa dan abai pada pembentukan komunitas ilmiah. Jadi tak menyadari adagium la noblesse oblige; bahwa, kebangsawanan punya kewajiban.

Daoed Joesoef Alumnus Universite Pluridisciplinaires Pantheon-Sorbonne, Perancis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com