Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MWA Harus Prakarsai Penyelesaian Polemik UI

Kompas.com - 15/09/2011, 09:07 WIB
Indra Akuntono

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Pengacara senior yang juga alumnus Universitas Indonesia (UI) Adnan Buyung Nasution memaparkan, legal opinion terhadap polemik mengenai masa transisi UI di hadapan segenap sivitas akademika UI, Rabu (14/9/2011), di Auditorium Fakultas Ekonomi (FE) UI, Depok Jawa Barat.

Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah ini, Majelis Wali Amanat (MWA) harus segera memprakarsai penyelesaian polemik yang bergulir beberapa pekan terakhir. Ia mengungkapkan, MWA dapat segera bertindak dengan memanggil semua organ di universitas tersebut untuk mengadakan rapat internal. Rapat tersebut harus diwakili oleh seluruh stackholder UI agar dapat berjalan secara seimbang.

"Saya di sini sebagai anak UI. Pandangan saya objektif, agar UI kembali utuh, kokoh dan terhormat. Pokoknya MWA harus segera memprakarsai, jangan menunggu-nunggu. Jika tidak bisa memutuskan karena terlalu banyak, maka buatlah semacam kelompok kerja," kata Buyung.

Buyung mengaku, ia pernah secara langsung diminta oleh Rektor UI, Gumilar Rusliwa Somantri untuk mengkaji Peraturan Pemerintah (PP) no 66 dan PP no 152. Menurutnya, persoalan di UI bermula dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan ketentuan tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Keputusan MK tersebut ditafsirkan oleh Rektor UI bahwa telah terjadi demisioner dan kekosongan hukum di beberapa organ yang kemudian diartikan bahwa hanya Rektor yang masih eksis.

"Itu persepsi dari Gumilar," katanya.

Persepsi itu, menurutnya, karena adanya kesalahpahaman mengartikan putusan tersebut. Pertama, masukan yang diterima rektor dari penasihat hukumnya, dan kedua, pendaat dari Jaksa Agung.

"Mereka (penasihat hukum dan Jaksa Agung) berpendapat bahwa dengan adanya keputusan MK, maka telah terjadi kekosongan dari organ-organ UI, seperti Majelis Wali Amanat (MWA), Dewan Guru Besar (DGB), dan Senat Akademik Universitas (SAU), yang berdampak pada kewenangan rektor untuk membentuk organ baru guna mengisi kekosongan tersebut. Dua pandangan inilah yang meyesatkan. Jadi siapa yang mengatakan dan sehingga sampai ke telinga Rektor UI inilah sumber masalahnya," paparnya.

Buyung sendiri berpendapat, tidak terjadi kekosongan hukum pasca putusan MK. PP no 66 dinilainya memberikan jalan keluar, tetapi yang berlaku adalah PP no 152 dengan segala organ yang ada dan tetap berfungsi. Berdasarkan kajiannya, MWA tetap merupakan organ tertinggi yang dapat memilih, menetapkan, dan menurunkan rektor.

Dalam mediasi oleh Menteri Pendidikan Nasional M Nuh, Selasa lalu, menurut Buyung, Nuh juga menyatakan bahwa seluruh organ di UI tetap hidup. Polemik yang berlangsung diharapkan dapat diselesaikan secara internal.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com