Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rektor Idaman, Dambaan Mahasiswa

Kompas.com - 20/09/2011, 03:50 WIB

Sering kali media massa memberitakan aksi unjuk rasa mahasiswa yang mengkritisi kebijakan rektorat universitas. Sebagai pemimpin tertinggi di kampus, seorang rektor memang mempunyai tanggung jawab yang besar. Bagaimana, sih, sosok rektor yang didambakan mahasiswanya?

Awal bulan ini, kasus mahasiswa kecewa dengan rektor yang mencuat adalah saat Rektor Universitas Indonesia memberikan gelar doktor honoris causa kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud.

Pemberian gelar itu mengundang penolakan dari kalangan mahasiswa. Jejaring sosial dengan cepat menyebarkan berbagai kritik mahasiswa terhadap rektornya. Media massa juga dijadikan sarana bagi mahasiswa Universitas Indonesia untuk menyuarakan kekecewaan mereka terhadap rektor.

Hubungan yang kadang harmonis, tetapi kadang bersitegang, antara rektor dan mahasiswa sebenarnya menjadi salah satu dinamika kehidupan di kampus. Sosok rektor yang dianganangankan kadang kala tak sesuai dengan harapan mahasiswa.

Dwiningsih Afrianti, mahasiswa Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta mengharapkan seorang rektor yang memahami keragaman mahasiswanya. Perbedaan latar belakang mahasiswa kadang kala memicu masalah di kampus sehingga rektor diharapkan bisa memahami perbedaan itu.

”Banyak kampus di Indonesia menjadi tempat belajar bagi mahasiswa dari banyak daerah, dengan suku, agama, dan cara pandang yang berbeda-beda pula. Sebagai seorang pemimpin, rektor harus paham kebinekaan sehingga diharapkan ia tidak menganaktirikan atau menganakemaskan salah satu golongan,” ungkap Dwiningsih.

Senada dengan Dwiningsih, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Edi Atmaja, juga mengharapkan seorang rektor yang bisa mengayomi mahasiswanya.

”Mahasiswa akan merasa nyaman berkegiatan di dalam kampus jika pemimpinnya tidak cuma berada di menara yang tinggi, tetapi selalu berada di sekitar mereka. Seseorang yang bisa memahami persoalan mahasiswa. Apalagi, jabatan rektor itu, kan, cuma amanah, titipan yang kebetulan dipercayakan kepada sang rektor,” katanya.

Rektor yang bijak

Selain mengayomi, para mahasiswa juga berharap kebijakan yang diambil rektor tidak semata-mata karena kepentingan pribadinya. Keputusan yang diambil sepihak oleh rektorat sering kali memicu kritik mahasiswa yang disampaikan dalam berbagai media.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Restu Nur Wahyudin, mengatakan, terkadang kebijakan rektorat tersebut diberlakukan secara sepihak.

”Mahasiswa tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan. Akibatnya, mahasiswa merasa dirugikan. Misalnya, larangan jam malam berorganisasi di kampus, fasilitas yang tidak gratis, dan meningkatnya biaya masuk bagi mahasiswa baru. Kalau sudah begitu, mau tidak mau mahasiswa akan turun ke jalan,” katanya.

Menurut Restu, universitas bisa menjadi tempat belajar berdemokrasi dengan cara rektorat sebagai pemangku kebijakan, sedangkan mahasiswa sebagai pelaksana kebijakan. Rektorat berperan seperti pemerintah dan mahasiswa berperan sebagai rakyat.

”Nah, apabila mengacu pada pelajaran demokrasi, proses perumusan kebijakan harus disepakati antara pemangku dan pelaksana. Kedua pihak ini harus duduk bersama merumuskan kebijakan di kampus,” ujarnya.

Gegap gempita pemilihan rektor akan ikut memengaruhi angan-angan mahasiswa tentang rektor idamannya. Mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Arya Panji Wicaksono, menjadi salah seorang mahasiswa yang tidak sabar menunggu pemilihan rektor.

”Bicara tentang rektor idaman, tahun 2012, di kampus ada pemilihan rektor. Karena baru menginjak tahun ketiga kuliah di sini, saya belum pernah merasakan gegap gempita pemilihan rektor. Entah euforia seperti apa yang akan disuguhkan pada pemilihan ini, apakah seseru pemilihan raya presiden mahasiswa ataukah lebih dinamis lagi, ya...,” katanya.

Menurut Arya, pemilihan rektor menjadi momentum yang tepat bagi para mahasiswa untuk menyuarakan kriteria seorang rektor. Dia berpendapat, salah satu hal yang penting dan utama adalah komunikasi yang baik antara rektor dan mahasiswa.

”Rektor harus mampu membangun komunikasi yang baik. Dengan komunikasi yang baik, ada transfer informasi yang jelas dari pihak rektorat kepada mahasiswa. Selain itu, akan terjalin hubungan kekeluargaan yang dekat. Janganlah rektorat menutup kuping atas saran dan kritik dari para mahasiswanya,” ujar Arya.


Tak mudah

Mahasiswa memang mempunyai harapan tersendiri kepada rektornya. Namun, untuk menjadi seorang rektor bukan hal mudah. Mantan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) di Jakarta Suryamin mengatakan, menjadi seorang rektor atau ketua perguruan tinggi itu sulit-sulit gampang.

”Rektor tidak hanya berhadapan dengan para mahasiswa, tetapi juga dengan para dosen. Karakter di sekolah kedinasan mungkin agak berbeda dengan perguruan tinggi lain. Mahasiswa di sini tak sampai berdemo untuk menyampaikan aspirasinya,” tuturnya.

Suryamin bercerita, ia berusaha mengajak mahasiswa berdiskusi mengenai berbagai kebijakan yang akan diambil pimpinan kampus. Namun, itu hanya beberapa hal yang terkait dengan mahasiswa, misalnya kegiatan mahasiswa atau aturan mahasiswa tidak boleh berpolitik.

”Kami mengarahkan mahasiswa pada kegiatan yang positif. Kami juga ikut mengarahkan mahasiswa pada kegiatan praktik kerja lapangan karena itu, kan, dibiayai oleh pemerintah,” kata Suryamin yang menjabat Ketua STIS tahun 2008-2010.

Apa pun yang menjadi keinginan mahasiswa tentang rektornya, hubungan baik di antara kedua pihak tidak bisa terjalin jika mahasiswa hanya mau menang sendiri. Kedua belah pihak harus bisa menjaga diri untuk kehidupan kampus yang lebih baik. (SUSIE BERINDRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com