Pembayaran tunjangan profesi guru (TPG) yang besarnya satu kali gaji pokok ini diminta dibayarkan per bulan dan pembayarannya disatukan dengan gaji sehingga memudahkan pengawasan dan menghindari pemotongan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistiyo, di Jakarta, Selasa (20/9), mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat ke Menteri Keuangan pada April lalu perihal pembayaran TPG.
”Pembayaran dengan sistem rapel setiap tiga bulan dan terkadang setiap enam bulan, terbukti tidak efektif dalam mendorong upaya peningkatan profesionalitas para guru. Bahkan cenderung konsumtif dalam pemanfaatan tunjangan tersebut,” kata Sulistiyo.
Sulistiyo mengatakan, pembayaran tunjangan guru melalui dana transfer langsung ke kabupaten/kota perlu dievaluasi sebab banyak keterlambatan pembayaran kepada guru, bahkan ada kekurangan pembayarannya.
”Yang sangat memprihatinkan, terjadinya pemotongan uang tunjangan di beberapa daerah,” kata Sulistiyo.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listiyarti, mengatakan, pembayaran tunjangan disatukan dengan gaji guru lebih efektif dan memudahkan pengawasan.
”Pembayaran tunjangan sertifikasi yang diserahkan ke daerah mulai 2010 tidak efektif. Pemerintah pusat lepas tangan, pemerintah daerah mau menguasai anggaran tunjangan itu, ditambah banyak guru yang takut memprotes penyimpangan. Jika tidak ada perbaikan, penyimpangan dan indikasi korupsi bisa terjadi,” kata Retno.
Sementara itu, Ikatan Guru Indonesia memprotes adanya pungutan liar atau pemotongan tunjangan guru di sejumlah daerah. Dugaan pemotongan dilakukan mulai dari pemerintah daerah, dinas pendidikan, sekolah, hingga organisasi guru.