Jakarta, Kompas -
Hal itu mengemuka dalam workshop ”Penerapan Sekolah Aman dalam Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan” yang diselenggarakan Sekretariat Nasional Sekolah Aman, Kamis (22/9), di Jakarta.
Direktur Pengurangan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Teddy W Sudinda berjanji akan segera memetakan sekolah rawan bencana, seperti gempa bumi, banjir, gelombang tsunami, dan letusan gunung berapi. Dengan peta risiko bencana itu diharapkan penyusunan rencana penanggulangan bencana bisa dibuat lebih tepat sasaran dan dalam jangka panjang.
Namun, sebelumnya, definisi sekolah aman harus dijelaskan lebih rinci aman terhadap risiko bahaya apa. ”Selama ini dilihat dari sisi bencana gempa saja. Padahal, risiko bencana bukan hanya gempa,” kata Teddy.
Definisi sekolah aman yang terkait dengan risiko pengurangan bencana, lanjut Teddy, sebenarnya adalah kesadaran akan risiko bencana dan kesiapan menghadapi bencana.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal menambahkan, dengan peta risiko bencana itu akan tergambar dengan jelas lokasi sekolah dan ancaman bencana yang dihadapi sehingga bisa ditentukan konstruksi bangunan sekolah yang dibutuhkan. Idealnya, kondisi bangunan sekolah yang berada di daerah rawan bencana harus lebih kokoh dibandingkan dengan sekolah di daerah non-rawan bencana.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional, akibat bencana gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004 terdapat 750 sekolah rusak. Adapun akibat gempa di Yogyakarta (2006) terdapat 2.900 sekolah rusak, gempa di Padang (2009) menyebabkan 241 sekolah rusak, dan gempa di Mentawai (2010) menyebabkan tujuh sekolah rusak.
Ketua Sekretariat Nasional Sekolah Aman Yanti Sriyulianti mengingatkan pentingnya mewujudkan budaya aman di sekolah agar komunitas sekolah memahami risiko bencana.
”Kami akan membuat sekolah-sekolah permodelan sekolah aman di 14 daerah yang rawan bencana. Kami harap sekolah permodelan itu bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain,” ujarnya.