Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Radikalisme Butuhkan Keterlibatan Semua

Kompas.com - 27/09/2011, 02:55 WIB

Jakarta, Kompas - Kemiskinan dan radikalisme yang menjadi salah satu akar persoalan terorisme tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatasinya. Dibutuhkan kerja sama dengan semua elemen bangsa untuk memetakan dan mengatasi akar masalah terorisme itu.

Persoalan itu mengemuka dalam silaturahim Wapres Boediono dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj, Senin (26/9), di Gedung PBNU, Jakarta. Keduanya setuju, mengatasi terorisme, kemiskinan, dan kebodohan bukan kewajiban pemerintah saja, melainkan juga masyarakat bersama. ”Semua harus peduli dengan hal itu,” kata Said dalam jumpa pers bersama Wapres.

Dalam pertemuan selama sekitar 1,5 jam itu, PBNU bersama Wapres menganalisis, memahami, dan memetakan persoalan kemiskinan dan radikalisme serta mencari solusi bersama. Jika persoalan kemiskinan, radikalisme, dan terorisme tak diantisipasi, dikhawatirkan akan mengancam integritas bangsa.

Menurut Wapres, pemerintah dan PBNU berupaya mengurangi risiko terjadinya musibah bom, seperti di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo, Jawa Tengah. NU dan pemerintah mencari upaya yang lebih baik lagi untuk mengurangi risiko itu.

Menurut Wapres, ada dua substansi persoalan yang dibahas bersama PBNU. Pertama, upaya bersama yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya aksi terorisme. Kedua, program sosial bagi kesejahteraan rakyat yang bisa dilakukan pemerintah bersama PBNU.

”Apa yang bisa dilakukan bersama untuk memecahkan masalah kemiskinan, kurang gizi, dan pendidikan yang belum merata. Ini tak bisa hanya oleh pemerintah, tetapi juga harus merangkul dan bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan yang memiliki jaringan luas. Ini untuk mengurangi risiko radikalisme,” ujar Boediono.

Menurut Said, PBNU akan terus melakukan pendekatan di daerah yang terindikasi ada kelompok radikalnya. Di daerah itu diupayakan pembangunan ekonomi, sosial, dan keagamaan. Dalam pemetaannya, daerah itu meliputi Jawa bagian selatan, sepanjang wilayah barat sampai ke timur, seperti Garut, Solo, Ngawi, dan Cirebon.

”Jika hanya pengajian, ceramah, mereka sudah bosan sebab mereka merasa punya surga. Kita perkuat dengan sembako, pengobatan gratis, atau apa pun untuk membantu mereka,” katanya.

Deradikalisasi

Secara terpisah, di Jakarta, Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan menyebutkan, pemerintah harus melakukan strategi deradikalisasi yang tidak imparsial. ”Akar utama persoalan terorisme adalah ketidakadilan sosial sehingga seseorang mudah dicuci otak oleh teroris. Pemerintah harus memperhatikan masalah sosial dan ekonomi. Tak semata-mata mengambil tindakan keras,” katanya dalam jumpa pers bersama tokoh lintas agama di Menteng, Jakarta Pusat.

Senada dengan hal itu, Romo Benny Susetyo dari Konferensi Waligereja Indonesia menambahkan, selama pemerintah tidak berwibawa dan cakap menangani masalah bangsa, teroris akan terus melancarkan serangan.

”Penanganan terorisme di Indonesia sangat parsial. Pemerintah mengatakan mengetahui jaringan teror, tetapi mengapa mereka seperti dibiarkan beraktivitas. Penanganan terorisme hanya berhenti pada individu teroris, bukan pada jaringan kejahatan kemanusiaan,” katanya.

Ketua Partai Hati Nurani Rakyat Yuddy Chrisnandi, di Jakarta, Senin, menambahkan, berulangnya ledakan bom di Indonesia memperlihatkan kelemahan serius pemerintahan saat ini. Aparat keamanan belum bisa mengatasi terorisme dan mendeteksi kapan serangan teroris akan terjadi. Untuk mengatasi akar terorisme, dibutuhkan keterlibatan semua pihak.(why/ong/dik/fer)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com