Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan atas Kinerja Mendiknas

Kompas.com - 04/10/2011, 15:30 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kritik dan catatan dilayangkan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) atas berbagai kebijakan pendidikan nasional serta kinerja Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh. Setidaknya FSGI melakukan kajian atas tiga kebijakan.

Pertama, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 16/2009 mengenai kenaikan pangkat untuk guru yang disyaratkan harus menulis dan memublikasikan makalah, karya ilmiah, dan artikel.

Kedua, Permenpan 2011 mengenai jam mengajar guru yang semula hanya 24 jam, kemudian akan ditambah menjadi 27,5 jam.

Ketiga, Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) 119/2010 tentang mekanisme pencairan Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang didasarkan pada Undang-Undang (UU) Pengelolaan Keuangan Daerah yang ternyata berpotensi disalahgunakan oleh daerah yang mengakibatkan pola konsumtif pada guru dalam menggunakan TPG.

"Tiga kebijakan yang menyangkut guru dan kami nilai tidak berorientasi pada peningkatan mutu tersebut. Mendiknas mendukung kebijakan yang bagi kami cenderung menindas para guru," kata Sekretaris Jenderal FGSI Retno Listiarti, dalam jumpa pers, Selasa (4/10/2011), di Jakarta.

Kinerja Mendiknas

Atas kinerja Mendiknas M Nuh, FSGI juga melontarkan sejumlah catatan, terutama mengenai 18 nilai pendidikan karakter yang dicetuskan di bawah kepemimpinan Nuh.

Retno menjelaskan, Mendiknas telah mengeluarkan Permendiknas tentang pendidikan karakter. Namun, menurut dia, pendidikan karakter ini tidak diberi bobot nilai, tetapi dijadikan pembiasaan keseharian di sekolah sehingga membentuk budaya. Dari 18 nilai tersebut, ada tiga nilai yang dikritisi oleh FSGI.

Pertama, mengenai kejujuran. FSGI menggarisbawahi peristiwa kecurangan massal yang terjadi pada ujian nasional lalu. Penyangkalan Mendiknas atas kasus kecurangan yang terjadi pada saat ujian nasional (UN) di SD Gadel II Surabaya, dinilai Retno, telah mencederai pendidikan karakter itu sendiri.

"Padahal, para murid, guru, dan kepala sekolah sudah mengakui kecurangan tersebut. Namun, para pejabat publiknya malah menyangkal dengan alasan pola jawaban tidak sama," ujarnya.

Yang lebih membingungkan, ujarnya, ketika Mendiknas menghadiahkan 40 unit komputer ke SD Gadel II agar kasus sontek massal di sekolah tersebut mereda.

"Buat kami, itu aneh karena Mendiknas memberikan hadiah kepada sekolah yang berbuat curang," kata Retno.

Kedua, mengenai multikultural. Dalam kacamata FSGI, karakter yang ditanamkan selama ini dalam pendidikan secara sistemik justru pendidikan yang monokultural dan hal ini dapat terlihat pada sekolah-sekolah negeri di seluruh Indonesia.

Kata "akhlak mulia" pada visi pendidikan nasional seperti tercantum dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20/2003 dinilainya  mendorong terjadinya penyeragaman di sekolah-sekolah negeri semakin kuat menyentuh luas aspek privat.

"Akhlak cenderung dimaknai untuk membentuk lulusan yang agamis. Kata 'agamis' kemudian lebih dimaknai sebagai Islamis, Kristen, atau Katolik. Pokoknya, pemaknaan akan muncul sebagai identitas kelompok dengan didasarkan pada mayoritas dalam komunitas tersebut," jelasnya.

Yang ketiga, lanjutnya, adalah karakter berani. FSGI menilai, pendidikan yang diterapkan dengan penyeragaman telah memandulkan potensi kritis para peserta didik. Baginya, pendidikan semacam ini tidak akan membangun keberanian peserta didik.

"Bahkan, untuk sekadar berpendapat, para siswa tidak berani. Bagaimana mau berani kalau anak-anaknya tidak diajarkan berpikir kritis," ujar Retno.

Ia menambahkan, para siswa juga menjadi tidak kritis karena tidak pernah dilibatkan, misalnya dalam membuat peraturan sekolah dan sanksi yang akan mereka terima jika melanggar aturan tersebut.

"Metode pembelajaran pun didominasi dengam ceramah, di mana guru merampas hampir 90 persen waktu dalam proses pembelajaran," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com