Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Agape, Berjuang Menekan Buta Aksara di Papua

Kompas.com - 18/10/2011, 08:39 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAYAPURA, KOMPAS.com — Rumah Agape. Rumah ini adalah Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) yang berfokus pada pengembangan keluarga Papua di Khembili, Sentani, Jayapura. Rumah Agape juga menjadi bagian dari kelompok masyarakat di luar pemerintah yang bahu-membahu menekan angka buta aksara di Papua yang mencapai 23 persen, atau sekitar lebih dari 200.000 jiwa.

Rumah Agape merupakan kepanjangan tangan dari salah satu unit Yayasan Putri Kerohanian Papua (Yapukepa). Sejak delapan tahun lalu, Rumah Agape mulai aktif membantu masyarakat Papua memberikan pendidikan keaksaraan yang dikombinasikan dengan berbagai keterampilan secara gratis untuk memerangi tingginya angka buta aksara sekaligus sebagai alternatif solusi dari kesulitan ekonomi yang mengimpit sebagian besar masyarakat Papua.

Nama Rumah Agape sendiri berasal dari bahasa Ibrani, yang berarti cinta kasih. Bagi pendirinya, Rosa Mian de Verstegen, Rumah Agape tak lain seperti rumah tangga, menerima semua orang yang ingin berkembang khususnya mereka para wanita Papua yang berasal dari kalangan ekonomi lemah.

“Awalnya kami khususkan untuk para wanita karena mereka adalah tulang punggung keluarga di Papua, tapi kemudian kami terima siapa saja yang mau datang. Tua atau muda, sudah menikah atau belum. Untuk permulaan, saya mulai dengan baca tulis karena itu dasar untuk berkembang,” kata wanita yang akrab disapa Bunda Rosa ini, akhir pekan lalu, di Sentani, Jayapura, Papua.

Sejak berdirinya, Rumah Agape selalu fokus dengan pendidikan keaksaraan kepada para peserta didiknya. Program belajar baca tulis dilakukan selama sekitar satu tahun, sebelum kemudian peserta mendapatkan sertifikat dari dinas pendidikan setempat. Namun, perjalanannya tak semudah yang dibayangkan. Berbagai kendala datang karena umumnya masyarakat Papua lebih tertarik untuk menghidupi keluarganya daripada belajar membaca dan menulis.

Seiring waktu, dengan segala keterbatasannya, Rumah Agape tetap dapat bertahan dan terus berkembang. Saat ini, program pendidikan di PKBM tersebut tidak hanya sebatas pendidikan keaksaraan, tetapi juga meluas ke berbagai keterampilan seperti memasak, menjahit, tata rias, menyulam, sablon, dan berbagai keterampilan lainnya.

“Hasil dari keterampilan tersebut kemudian dijual. Walau mutunya tidak terlalu bagus, tetapi ada orang yang mau membeli untuk membantu, khususnya kerajinan sulam, karena mereka punya tangan itu sangat bagus jika menyulam,” ujar Rosa.

Rosa menambahkan, Rumah Agape juga sempat membantu memberikan pelatihan bercocok tanam kepada para petani yang berasal dari pedalaman yang sekaligus ingin belajar membaca dan menulis. Menurut dia, pendidikan keaksaraan sangat penting dan berguna untuk membantu masyarakat Papua menjadi lebih berkembang dan mengeluarkan mereka dari kesulitan ekonomi.

“Umumnya, setelah bisa baca tulis, mereka kembali ke pedalaman dan mulai membuka usaha. Meski hasilnya belum terlalu baik, setidaknya sudah bisa membantu keluarga dan pendapatan mereka bertambah setelah bisa baca tulis,“ katanya.

Tenaga pendidik di Rumah Agape merupakan aktivis LSM dari beberapa daerah. Saat ini, Rumah Agape memiliki puluhan siswa dan telah berkontribusi dalam membebaskan ratusan warga Papua dari buta aksara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com