Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negeri Ini Tak Nyaman bagi Peneliti

Kompas.com - 24/10/2011, 05:03 WIB

Oleh Luki Aulia dan Yuni Ikawati

Indonesia sebenarnya bisa jauh lebih maju dibandingkan dengan negara tetangga. Saat negara lain masih dilanda konflik, 42 tahun lalu, Indonesia sudah bisa menyelenggarakan Lomba Karya Ilmiah Remaja. Tepatnya tahun 1969. Namun, lomba yang diselenggarakan itu hanya sebatas lomba.

Tidak pernah ada pencatatan dan pemantauan terhadap para juara Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang sebenarnya pemuda-pemuda berprestasi. Begitu pula para juara olimpiade internasional.

Memang sejak tahun 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan untuk memfasilitasi para juara olimpiade internasional agar dapat melanjutkan kuliah hingga jenjang doktor. Namun, kenyataannya, untuk mendapatkan beasiswa tersebut membutuhkan waktu lama dan berbelit-belit.

Di Singapura, sejumlah mahasiswa Indonesia yang meraih juara olimpiade internasional memang benar mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Indonesia. Namun, pencairan dana beasiswa tersebut sering terlambat, baru cair sekitar Oktober. Padahal, pembayaran uang kuliah paling lambat September.

Untuk menutupi biaya kuliah, mahasiswa terpaksa meminjam ke bank (tuition loan) di kompleks kampus. Meski tanpa agunan, pinjaman tersebut harus dikembalikan setelah mahasiswa lulus dan bekerja dengan masa pengembalian bisa sampai 20 tahun.

Kondisi ini memaksa mahasiswa yang sudah lulus bekerja di luar negeri agar bisa membayar cicilan pinjaman ke bank.

Sebagian mahasiswa lain terpaksa menerima subsidi biaya kuliah (tuition grant) sekitar 15.000 dollar Singapura (sekitar Rp 112,5 juta) per tahun atau bantuan biaya hidup yang jumlahnya lebih kecil dari itu.

”Sesuai kontrak, setelah lulus kami harus bekerja di Singapura selama tiga tahun,” kata Stephen Haniel Yuwono, peraih medali perunggu Olimpiade Internasional Kimia tahun 2010 yang kini berkuliah di Jurusan Kimia National University of Singapore (NUS).

”Jadi, jangan anggap kami tidak nasionalis kalau kelak bekerja di luar negeri karena ini bagian dari kontrak,” ujarnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com