Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Bilang Jadi Perempuan Peneliti Sulit?

Kompas.com - 24/10/2011, 09:28 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kontribusi peneliti perempuan di Indonesia pada perkembangan ilmu pengetahuan di tingkat internasional saat ini masih minim. Salah satu perempuan peneliti yang memenangi L'Oreal Indonesia National Fellowship for Women in Science 2011, Caecilia Hapsari Ceriaputri Sukowati (31), mengatakan, perlu ditumbuhkan minat dan kesadaran bagi kaum perempuan dalam hal mengembangkan riset-riset penelitian.

Menurut dia, angka penelitian di Indonesia harus lebih ditingkatkan lagi agar dapat mendorong perempuan peneliti untuk  lebih berani menekuni bidang tersebut.

"Karena seharusnya dari faktor naturalnya, perempuan itu lebih tekun dalam meneliti. Dan, di Indonesia itu sebenernya banyak perempuan muda peneliti yang lebih berani. Namun, mereka kurang diberi fasilitas yang cukup untuk menekuni bidang itu," ujar Caecilia, Jumat (21/10/2011), di Jakarta.

Caecilia menambahkan, paradigma bahwa peneliti adalah profesi yang sulit juga menjadi salah satu faktor minimnya perempuan peneliti di Indonesia. Apalagi, dia menilai, kultur yang terbangun di Indonesia, perempuan saat ini terkesan memilih dalam menentukan profesi apa yang akan ditekuninya.

"Kadang-kadang memang seperti itu. Perempuan punya bakat menjadi seorang peneliti. Tapi, memang terkadang, dia selalu memilih apa yang akan dilakukannya lebih dahulu. Apalagi, kalau ada kesan jadi peneliti itu susah, jadi sudah nyerah duluan, sebelum mencoba. Ini yang harus diubah, harus dimulai dari yang dahulu," katanya.

Motivasi

Sementara itu, salah satu perempuan peneliti lainnya, Yosmina Helena Tapitalu, mengatakan, motivasi juga merupakan faktor penting untuk mendorong perempuan peneliti agar eksis di Indonesia. Menurut dia, dukungan dan motivasi dari keluarga ataupun teman-teman dekat merupakan salah satu cara menumbuhkan potensi perempuan muda yang ingin terjun dalam dunia penelitian.

"Memang harus terus diingatkan dan dimotivasi. Selain itu, diperlukan juga sifat pantang menyerah dan harus fokus," kata perempuan peneliti asal UPT Balai Konservasi Biota Laut Ambon LIPI ini.

Yosmina menambahkan, jika profesi peneliti tersebut dilakukan secara tekun dalam diri sendiri, berbagai kesulitan ataupun kerumitan sebuah penelitian akan dapat menjadi tantangan tersendiri yang menarik dan menyenangkan. Apalagi, perempuan peneliti terkadang dihadapkan pada dua pilihan antara keluarga atau karier ketika ingin menekuni profesi tersebut.

"Jadi, kalau dilakukan secara tekun dan lebih bergairah, berbagai rintangan pasti akan dapat dihilangkan. Harus enjoy untuk menjadi perempuan peneliti itu," kata dia.

Jalani dengan seimbang

Hal itu juga diamini Upik Andriani Miskad (37), peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Ia menilai, profesi perempuan peneliti bukanlah pekerjaan yang sulit. Menurut dia, berbagai tantangan seperti memilih kareir atau keluarga, kerumitan, dan kesusahan menjadi peneliti tidak akan menjadi hambatan jika ingin serius menekuni bidang tersebut.

"Jalankan semuanya dengan seimbang dengan komunikasi yang baik. Memang keluarga itu penting, tapi saya lakukan ini juga kan demi keluarga, dan sudah pasti ketika saya berhasil, hal itu pun menjadi kebanggaan tersendiri bagi keluarga saya," ujar perempuan asal Makassar ini.

Upik menambahkan, menjadi peneliti juga harus memiliki kesabaran yang cukup baik. Ia menilai, jika seorang sudah memiliki passion dalam bidang penelitian, segala hambatan dan tantangan berat dalam bidang tersebut dapat diminimalkan, untuk mencapai sebuah kesuksesan.

"Harus tetap belajar. Hambatan dan tantangan hanya bagian kecil dalam profesi ini. Kalau serius dan memiliki passion yang besar, tidak ada kata sulit untuk menjadi perempuan peneliti yang sukses nanti," kata Upik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com