Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PENDIDIKAN

Hentikan Praktik Kekerasan di Sekolah

Kompas.com - 28/10/2011, 04:39 WIB

Jakarta, Kompas - Praktik kekerasan di lingkungan sekolah, baik berbentuk tawuran antarpelajar maupun pelecehan secara fisik ataupun nonfisik (bullying), diindikasikan masih terjadi di lingkungan sekolah dengan kondisi yang semakin memprihatinkan.

Pemerintah didesak segera mengeluarkan komitmen dan kebijakan politik untuk memutus mata rantai praktik kekerasan di sekolah.

”Presiden harus berani mencanangkan gerakan nasional untuk menghentikan segala bentuk kekerasan itu,” kata Dewan Pembina/Konsultatif Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Seto Mulyadi di Jakarta, Kamis (27/10).

Sebelumnya, Seto dan pihak Komnas Perlindungan Anak menerima perwakilan orangtua murid di Jakarta yang mengkhawatirkan dampak berlangsungnya praktik kekerasan di lingkungan sekolah. Pertemuan kemarin juga dihadiri oleh Komisioner Komnas Perlindungan Anak yang juga anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Wanda Hamidah.

Lebih lanjut, Seto menyatakan, Presiden Soeharto pernah mencanangkan gerakan nasional perlindungan anak. Kebijakan Presiden Soeharto tahun 1997 tersebut, menurut Seto, mendorong berkembangnya gerakan perlindungan hak anak Indonesia dan lahirnya lembaga perlindungan anak.

”Perlu ada political will (kemauan politik) pemerintah sekarang untuk menghentikan kekerasan di sekolah seperti yang dilakukan Pak Harto dengan mencanangkan perlindungan anak,” kata Seto, kemarin.

Perilaku menyimpang

Menurut Seto, praktik kekerasan terhadap pelajar tidak hanya menjadikan pelajar sebagai korban, tetapi juga menyebabkan pelajar tersebut menjadi pelaku kekerasan lain. Praktik kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah menimbulkan tekanan psikologis terhadap pelajar dan memunculkan perilaku menyimpang.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan, kebijakan politik pemerintah untuk memutus mata rantai praktik kekerasan di sekolah diperlukan sebagai bentuk penerapan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam Pasal 54 disebutkan, anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau lembaga pendidikan lainnya.

Arist mensinyalir praktik kekerasan di lingkungan sekolah terkesan dibiarkan. Praktik kekerasan sudah diketahui pihak guru dan pengelola sekolah tetapi masih berlangsung.

Berdasarkan catatan Komnas Perlindungan Anak, kasus tawuran di DKI Jakarta paling tinggi dibandingkan wilayah Jawa Barat, Banten, Bali, dan Sulawesi Utara. Dari 32 kasus tawuran, yang dicatat di Komnas Perlindungan Anak, 23 kasus tawuran terjadi di DKI Jakarta.

Perwakilan orangtua murid SMAN 70, Ichwan Ramli dalam jumpa pers, memaparkan, sejak Juli sampai September 2011, dia mencatat terjadi 18 kali kasus tawuran antarpelajar, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Lebih lanjut, Arist mendesak pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional agar tidak mengabaikan kasus-kasus tawuran antarpelajar dan praktik bullying di lingkungan sekolah.

”Menteri Pendidikan Nasional harus bertindak sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang Perlindungan Anak dan membuat rencana aksi untuk menghentikan kekerasan di sekolah,” ujarnya menegaskan. (COK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com