Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Lembaga Survei Tak Murni

Kompas.com - 02/11/2011, 05:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk mencegah lembaga survei menjadi penggiring opini menjelang pelaksanaan pemilihan umum, perlu dilaksanakan akreditasi lembaga survei.

Kewajiban akreditasi itu untuk mencegah adanya lembaga survei yang menjalankan survei yang terkontaminasi pesanan yang hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akibatnya, rakyatlah yang dikorbankan.

Usulan tersebut disampaikan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Gusti Putu Artha, Selasa (1/11/2011). Menurut Putu, mencuatnya kekhawatiran lembaga survei yang tidak murni lagi sebagaimana terjadi saat ini memperlihatkan urgensi akreditasi bagi lembaga survei. ”Lha, pemantau saja diakreditasi. Bila perlu, sertifikasi lembaga survei. Serahkan ke LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) sebagai lembaga independen dan profesional yang melakukan sertifikasi,” ujar Putu.

Putu mengatakan, kewajiban akreditasi bagi lembaga survei itu berlaku untuk kepentingan pemilu presiden, anggota lembaga legislatif, ataupun pemilu kepala daerah. Selama ini dalam sejumlah kasus pemilihan umum kepala daerah bermunculan lembaga survei yang kredibilitasnya diragukan dan cenderung bermotif politik transaksional. ”Rentan memicu konflik horizontal. Pemicu konflik pilkada Tana Toraja adalah pengumuman oleh lembaga survei lokal. Akibatnya, kotak suara di sejumlah kecamatan dibakar pendukung pasangan calon,” kata Putu.

Secara terpisah, Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Arif Wibowo mendukung gagasan tersebut. Kehadiran lembaga survei perlu diatur secara rinci, jelas, dan tegas dalam UU Pemilu. Lembaga survei saat ini sudah mendesak untuk diakreditasi. Kelayakan lembaga survei melalui akreditasi di antaranya menyangkut rekam jejak, standar kemampuan lembaga, dan metodologi. ”Adapun pihak yang diberi mandat melakukan akreditasi terhadap lembaga survei perlu dirumuskan lebih lanjut. Setidaknya, pihak tersebut terdiri dari KPU, pakar, media massa, pemerintah, dan parpol,” kata Arif.

Menurut Arif yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), selama ini, pengaturan lembaga survei dalam UU Pemilu hanya menyangkut pendaftaran di KPU dan waktu pengumuman hasil survei dalam tahapan pemilu. Sementara belum ada pengaturan mengenai kemungkinan hasil survei yang tendensius dan tidak obyektif. Hal itu diserahkan kepada asosiasi lembaga survei yang mengatur dan menegakkan kode etik.(DIK)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com