Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produk Riset Terbengkalai

Kompas.com - 08/11/2011, 09:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 130 produk riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dikelompokkan menjadi 12 kluster dipamerkan dalam LIPI Expo 2011 di Jakarta. Hasil-hasil riset itu umumnya terbengkalai tanpa sambutan pihak yang berkepentingan. Hingga kini belum ditemukan cara untuk optimalisasi penerapannya.

”Sekarang yang dibutuhkan adalah pemasaran hasil-hasil riset ini,” kata Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta saat meninjau LIPI Expo 2011 di Jakarta, Senin (7/11).

Hasil-hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu dikelompokkan ke dalam 12 kluster. Ke-12 kluster itu adalah iptek untuk daerah, ketahanan pangan, teknologi obat dan kesehatan, teknologi hijau, sumber daya alam dan kebencanaan, keanekaragaman hayati untuk pembangunan, sumber daya iptek, teknologi informasi dan telekomunikasi, pengujian dan standardisasi, energi dan transportasi, teknologi material, serta dinamika dan transformasi sosial.

Gusti mencontohkan, hasil riset Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI berupa radar kelautan dengan jangkauan 30 kilometer Isra (Indonesian Sea Radar). Lisensi komersialisasi hasil riset ini sudah dibeli salah satu badan usaha milik negara, yaitu PT Inti.

”Sampai sekarang belum ada yang menggunakan radar sebagai produk riset LIPI ini,” kata Kepala LIPI Lukman Hakim.

Setengah dipaksa

Gusti mengatakan, semangat untuk mencintai berbagai produk dalam negeri masih sangat kurang. Ia menyebutkan, untuk menggunakan dan menerapkan hasil riset sebagai produk sendiri memang perlu setengah dipaksa.

”Sekarang ini perlu menjalin komunikasi untuk mengetahui potensi-potensi hasil riset. Selanjutnya, tugas saya turut memasarkan hasil-hasil riset,” kata Gusti.

Pada kegiatan LIPI Expo 2011, diluncurkan program Meat-Milk Pro yang bertujuan mencapai swasembada daging dan susu. Kepala Balai Besar Veteriner Ahmad Junaedi menyebutkan, saat ini konsumsi daging mencapai 2.371.000 ton, dengan 30 persen disuplai dari produk impor.

”Konsumsi susu mencapai 62,4 persen (212 juta ton, juga masih harus diimpor). Kontribusi riset dan pengembangannya dibutuhkan untuk swasembada daging dan susu,” kata Ahmad.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com