Sore hari pada awal Juli di Durban, Afrika Selatan, seorang petinggi IOC mengumumkan sebuah keputusan Rapat Dewan Eksekutif IOC ke-123 di kota itu. Isinya: delapan cabang olahraga menjadi kandidat untuk dipilih sebagai cabang olimpiade, dimulai di Olimpiade 2020.
Kedelapan cabang itu adalah bisbol, sofbol, squash, karate, sepatu roda, wakeboard, wushu, dan panjat tebing. Dari kedelapan cabang, hanya satu yang akan dipilih. Keputusan final cabang pemenang diambil lewat pemungutan suara dalam pertemuan IOC ke-125 di Buenos Aires, Argentina, 2013.
Sebagian besar kandidat tidak awam soal pengalaman meraih tempat olimpiade. Sofbol dan bisbol, misalnya, dahulu termasuk cabang olimpiade, tetapi dikeluarkan pada 2008 karena banyak negara di dunia tak memainkan cabang olahraga itu.
Sementara squash, karate, dan sepatu roda dua kali gagal menembus olimpiade. Ketiga cabang itu kalah dalam pemilihan cabang baru untuk Olimpiade London 2012 dan Rio de Janerio 2016.
Adapun panjat tebing, bersama wushu dan wakeboard, baru kali ini menjadi kandidat. Dinominasikannya panjat tebing pada cabang olimpiade merupakan transformasi pesat dari olahraga yang hingga awal 2000-an masih kental dinilai sebagai olahraganya anak gunung dan pencinta alam semata.
Kini, panjat tebing bukan lagi aktivitas yang eksklusif. Federasi Internasional Panjat Tebing
”Nilai dan nomor yang kami miliki, kecepatan, rintisan, dan papan pendek sangat pas dan selaras dengan program serta moto olimpiade, ’Citius-Altius-Fortius’ (Lebih Cepat, Lebih Tinggi, Lebih Kuat),” kata Presiden ISFC Marco Scolaris.
Semangat untuk menjadikan panjat tebing lebih mendunia pun dimiliki Pengurus Pusat FPTI. Hal itu ditandai dengan misi FPTI menginternasionalkan nomor ”lokal”, trek kecepatan. Berbeda dari nomor kecepatan yang sudah diakui ISFC, trek kecepatan tidak dilombakan di papan dengan bongkah-bongkah tonjolan poin. Dinding trek kecepatan mirip papan penggilasan. Semua itu dimulai dengan memperkenalkannya di SEA Games kali ini. (YNS)