Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Wajah" Lain SMK Pertanian

Kompas.com - 23/11/2011, 08:11 WIB
Ester Lince Napitupulu

KOMPAS.com - Pekerjaan pertanian yang kasar, rendah, dan tak menjanjikan lenyap. Sekolah pertanian di daerah kebanjiran calon tenaga kerja menengah bidang pertanian setelah mengubah ”wajah” pendidikan pertanian layaknya di dunia industri pertanian modern.

Siswa SMKN 1 Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang memilih program pertanian tak melulu mencangkul tanah di tengah terik mentari. Mereka terlihat santai mengurus pohon paprika merah dan kuning serta beragam tanaman hias secara hidroponik.

Setelah bekerja sama dengan pengusaha pertanian asal Jepang yang lama tinggal di Indonesia, Hirotaka Hirano, beragam produk pertanian super mulai ditanam. Sebut saja semangka dan labu raksasa, labu beragam bentuk, labu mi, hingga bawang merah jumbo, yang sukses ditanam secara hidroponik di daerah dataran tinggi. Hasil pertanian ini dilirik perusahaan-perusahaan Jepang.

Melalui sistem hidroponik, penyiraman tanaman dan perawatan, misalnya penyemprotan hama, bisa dilakukan otomatis. Hasil panen pun lebih menjanjikan.

Sekolah pertanian yang berdiri tahun 2004 di sentra pertanian Pacet ini ”dilirik” dunia usaha. Hasil-hasil pertanian yang ditanam siswa, seperti paprika merah dan kuning, mendapat pasar di beberapa supermarket ternama di Jakarta.

Sekolah yang kini berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) itu juga mampu mengolah beragam dedaunan sayur-mayur menjadi keripik. Produksi keripik daun singkong, daun wortel, daun bayam, daun lokat maya (tanaman liar), hingga bubuk cabai keriting diolah dengan cara modern dan dikemas apik menarik.

Produk olah siswa program pengolahan hasil pertanian ini diberi merek pasar ”Edutekpan”. Pemasarannya tidak saja di seputar daerah wisata Pacet dan Puncak, tetapi juga masuk ke pasar modern.

Menyerupai industri

Pendidikan pertanian serupa dijalankan SMKN 2 Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Sekolah ini menghasilkan buah melon dan semangka yang lebih manis dibanding dengan hasil petani setempat sehingga diburu masyarakat. Lahan sekolah 8 hektar ”disulap” menjadi areal pertanian tempat belajar siswa pertanian secara nyata.

Tanaman buah-buahan seperti pepaya california dan mangga menjadi andalan. Belum lagi ternak ayam 4.600 ekor.

Pengolahan pascapanen juga dikembangkan. Sudarman, Kepala SMKN 2 Slawi, menjelaskan, siswa diajar memproduksi sari buah, jahe instan, roti, hingga makanan ringan. Bahkan, produk olahan siswa ini terjamin kesehatannya karena mendapat surat pengawasan dinas kesehatan setempat.

”Dulu kan pendidikan di sekolah menengah pertanian itu banyak teori. Siswa juga nggak melihat kalau pertanian itu bisa menjanjikan. Namun, setelah proses pembelajaran diubah, belajar dibuat mirip di industri pertanian sesungguhnya, siswa termotivasi,” kata Sudarman.

Terobosan yang dilakukan SMK pertanian perlahan mengubah ”wajah pendidikan” SMK pertanian. Minat lulusan SMP untuk memilih ke SMK pertanian bertambah meski tak sedrastis minat ke otomotif, komputer, atau perhotelan. Meski jumlah SMK pertanian hanya 500 dari sekitar 8.000 SMK, setidaknya ada 150.000 anak muda yang melirik pertanian.

Marlock, Koordinator Lapangan Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia, mengatakan, sebenarnya SMK pertanian di sejumlah daerah berpotensi mengembangkan ekonomi daerah. Untuk itu, pendidikan di SMK pertanian harus mencitrakan pertanian modern yang menjanjikan kehidupan dan kesejahteraan. ”SMK pertanian harus membuat siswa belajar menjadi petani yang menghasilkan. Ini membuat mereka mau menjadi petani dan pengusaha pertanian. Beda dengan sarjana pertanian yang belajar pertanian. Akibatnya, banyak sarjana pertanian yang tak mau jadi petani,” kata Marlock.

Pendidikan di sekolah kejuruan pertanian yang menyesuaikan perubahan zaman terbukti mampu menarik minat siswa dan mengembangkan kemandirian sekolah. Yang perlu diperkuat adalah program pengolahan pertanian pascapanen untuk meningkatkan daya saing dan nilai produk pertanian Indonesia.

Permintaan tenaga kerja

Kini, sejumlah SMK pertanian yang dianggap bagus diburu dunia usaha demi tenaga kerja terampil. Pendidikan menengah pertanian harus membuat terobosan dan inovasi untuk menarik minat generasi muda.

Menurut Abdul Muhid, Ketua Program Keahlian Agrobisnis Produksi Pertanian SMKN 1 Sukorambi Jember, Jawa Timur, siswa SMK sudah dilirik sebelum lulus. Permintaan yang cukup tinggi untuk memenuhi tenaga di bidang perkebunan, pembenihan, dan pengolahan.

”Terkadang masalahnya kesiapan mental siswa dan orangtua kalau tawaran itu di luar daerah,” ujarnya.

Industri pertanian di Jepang pun melirik banyak lulusan SMK pertanian untuk bekerja dengan gaji tinggi. Mereka dikontrak tiga tahun jika melewati serangkaian tes di Indonesia.

Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Joko Sutrisno mengatakan, perubahan wajah pendidikan menengah pertanian ini masih terkendala kebijakan dalam negeri. Penghargaan masih rendah sehingga kesejahteraan petani belum memadai.

Tak heran jika image masa depan kehidupan sektor agraris masih suram di benak generasi muda. Mampukah kita terus melakukan terobosan dan inovasi dalam sektor pertanian Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com