Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepenggal Cerita Politisi tentang Guru

Kompas.com - 25/11/2011, 20:14 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Masing-masing orang punya kenangan tersendiri tentang para guru yang menjadi bagian penting dalam pembelajaran menyelami kehidupan, termasuk dua politisi kita dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu politisi Partai Golkar, Nurul Arifin, dan politisi PDI-P, Budiman Sudjatmiko.

Dihubungi Kompas.com secara terpisah pada Jumat (25/11/2011), Nurul memulai kisahnya dengan mengenang masa sekolah di SD dan SMP St Yusuf, Bandung. Sekolah itu, kata Nurul, masih sangat mengedepankan disiplin yang ketat.

Salah satu cerita yang tak pernah dilupakannya adalah saat pemeriksaan kuku-kuku tangan. Tangan Nurul remaja ikut terkena pukulan sebuah penggaris karena kukunya dibiarkan panjang dan tak rapi.

"Guru di sekolah saya rata-rata disiplin. Itu yang saya anggap fundamental sehingga sifat disiplin itu terbawa terus pada diri saya sampai sekarang. Saya pernah dipukul penggaris sama bu guru, soalnya waktu ada pemeriksaan kuku, kuku saya panjang. Sakit, sampai meringis saya jadinya. Tapi jadinya saya ingat terus kejadian itu. Sakit juga," ujar Nurul sambil tertawa.

Ia berharap meskipun zaman terus berubah, guru-guru tak pernah berubah dalam pengabdiannya. Ia menyatakan, guru adalah contoh sosok yang mengajarkan budi pekerti dan etos kerja yang tak pernah luntur dimakan zaman dan perubahan.

"Saya punya banyak kesan mendalam dengan sekolah saya dan guru-guru di dalamnya. Semoga kita dan para guru tidak akan mengubah identitas kita sebagai bangsa yang majemuk di tengah maraknya budaya instan dan uniformitas budaya," ujar Nurul.

Ia berharap nasib guru tetap diperhatikan oleh pemerintah. Bukan hanya guru yang bekerja di kota besar, melainkan juga para guru yang mengabdi di pelosok daerah di Indonesia. Dedikasi dan jasa mereka, kata Nurul, patut dihargai oleh bangsa ini.

Budiman dan guru di zaman Orde Baru

Mantan aktivis Budiman Sudjatmiko mempunyai kisah tersendiri dengan guru-gurunya di bangku sekolah dulu. Ia mengaku, di zaman Orde Baru saat itu ia termasuk anak yang keras dan suka memberontak. Banyak dari gurunya yang terkadang tak sepaham dengan pikiran Budiman. Namun, ia bersyukur, di sisi lain selalu saja ada guru yang tetap mampu mengerti sifat kerasnya.

"Di masa Orde Baru, saya mendapatkan pendidikan dalam sistem yang konservatif sehingga tidak jarang guru-guru tidak cocok dengan saya. Tapi, ada guru yang berbeda dan kritis dan menerima saya dengan baik. Biasanya mereka bisa memahami cara berpikir saya yang suka nyeleneh dan agak memberontak. Dengan guru-guru seperti itu saya sering menjalin persahabatan," tuturnya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com