JAKARTA, KOMPAS -
Pendapat ini dikemukakan Prof dr David Handojo Muljono, SpPD, PhD pada inaugurasinya menerima Academy Professorship dalam bidang Ilmu-ilmu Hayati oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Royal Netherlands Academy of Arts and Sciences di Universitas Hasanuddin, Makassar, Rabu (30/11). Prof David adalah Academy Professor kedua untuk Indonesia setelah gelar serupa diberikan kepada Prof Yunita untuk Ilmu Sosial di UGM pada 2007. Ia diangkat sebagai dosen tidak tetap setara guru besar di Unhas.
Menurut Prof David, kapasitas penelitian kedokteran di Indonesia dapat dibangun, berangkat dari suatu titik temu antara ilmu dasar dan kedokteran klinik, tempat kedua bidang memiliki kepentingan. Yang dapat dijadikan model, antara lain, hepatitis B dan C, yang merupakan arena unik untuk mempelajari interaksi antara virus hepatitis B dan C sebagai penyebab infeksi serta manusia sebagai inang.
Prof David (57) adalah dokter ahli penyakit dalam yang kemudian mendalami riset biologi molekuler untuk virus-virus penyebab hepatitis. Ia menamatkan pendidikan kedokteran dan spesialisasi penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Lalu, meraih doktor pada bidang Virologi Hepatitis dan Penyakit Infeksi Hati di Jichi Medical University, Jepang. Ia menjadi peneliti pada Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sejak 1995.
Direktur Lembaga Eijkman Prof Dr Sangkot Marzuki, DSc, yang juga Ketua AIPI, menyatakan, Prof David terpilih lewat proses yang amat ketat, tanpa ia ikut di dalamnya. Hadir dalam acara inaugurasi, antara lain, Menteri Kesehatan dr Endang R Sedyaningsih, DPH.