Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

John Ndalu, Inisiator Arisan Pendidikan di Pulau Rote

Kompas.com - 15/12/2011, 08:55 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Di bagian timur Indonesia, tepatnya di Rote Ndao, Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, ada sebuah tradisi yang terbilang unik. Para penduduk di pulau itu selalu mengadakan pesta selama berhari-hari untuk merayakan pernikahan keluarganya maupun dalam suasana duka karena ada kerabatnya yang meninggal dunia.

Untuk menyelenggarakan pesta, penduduk di pulau tersebut umumnya menghabiskan dana hingga ratusan juta rupiah. Dengan alasan menjalankan adat istiadat, mereka rela menjual harta benda yang mereka miliki, bahkan banyak yang terpaksa berutang demi menggelar pesta untuk menjaga gengsi keluarga besarnya.

Johannes B Ndalu, pria 48 tahun kelahiran Pulau Rote, berpikir bahwa budaya itu harus diubah. Menurut dia, budaya memang perlu dilestarikan, tetapi jangan membelenggu masyarakat. Ia menyayangkan kala masyarakat rela berbuat apa pun untuk menggelar pesta, tetapi menelantarkan hak pendidikan bagi anak-anak dan keluarganya.

Keinginan John Ndalu, demikian ia biasa disapa, bukan tanpa dasar. John, yang saat ini berprofesi sebagai fasilitator pengembangan masyarakat Yayasan Wahana Visi Indonesia, mengungkapkan, data menunjukkan bahwa angka buta huruf di Pulau Rote mencapai 11 persen dari seluruh jumlah penduduk yang hampir menyentuh angka 130.000 jiwa. Belum lagi fakta lain yang menyebutkan bahwa sekitar 50 persen penduduk di wilayah tersebut tidak bersekolah dan hanya tamatan sekolah dasar (SD).

Sosialisasi

Pada 7 Juli 2003, setelah dikukuhkan sebagai Kepala Suku Kerajaan Maneleo, ia memikirkan cara untuk membuka pemahaman masyarakat di kepulauan tersebut akan pentingnya investasi pendidikan untuk kehidupan pada masa yang akan datang. Tak menunggu lama, ia segera mengumpulkan semua tokoh adat untuk melakukan sosialisasi.

"Selama berhari-hari saya berpikir, akhirnya muncullah ide untuk melakukan tu’u (arisan) seperti pada pesta lainnya untuk memberikan bantuan dana pendidikan bagi siapa saja yang ingin melanjutkan kuliah,” kata John Ndalu saat ditemui Kompas.com pada malam Anugerah Peduli Pendidikan (APP) di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Jakarta, Senin (12/12/2011).

Ayah tiga putra ini menjelaskan, tradisi tu’u digelar pada setiap pesta. Semua tamu yang hadir pada pesta tersebut wajib mengisi daftar hadir berikut menuliskan jumlah dana yang nantinya akan disumbangkan untuk menggelar pesta selanjutnya.

Selama bertahun-tahun, ia gigih berdiskusi dan menyosialisasikan tu’u pendidikan. Akhirnya, tahun 2006, semua kepala suku dari 19 kerajaan yang ada di Pulau Rote mencapai kesepahaman mengubah kebiasaan menggelar pesta yang mewah dengan mulai menjalankan tu’u pendidikan.

Sebelumnya, pada tu’u pernikahan dan memperingati wafatnya seseorang, pihak keluarga harus mengeluarkan dana ratusan juta rupiah untuk keperluan memotong puluhan sapi atau kerbau dalam rangka gelaran pesta selama berminggu-minggu. Namun, setelah disosialisasikan, akhirnya masyarakat setuju menggelar pesta pernikahan dengan biaya di bawah Rp 10 juta dan hanya wajib memotong satu kerbau atau sapi untuk memperingati suasana duka.

Siapa saja bisa menyumbang

Adapun pada tu’u pendidikan, semuanya hanya digelar dengan cara yang sederhana. Tujuan awalnya adalah mengumpulkan warga agar melakukan iuran pendidikan yang diperuntukkan bagi anak-anak di pulau tersebut untuk biaya kuliahnya dan semua warga berhak menyumbang secara sukarela.

"Sempat banyak pertentangan karena saya dianggap ingin menghapus adat. Tetapi, saya tegaskan adat tetap berlangsung, hanya pesta poranya saja yang dihapus dan memanfaatkan biayanya untuk pendidikan,” ungkapnya.

Dalam tu’u pendidikan ini, siapa saja bisa memberikan sumbangan. Besaran sumbangan juga bervariasi dan biasanya di atas Rp 25.000. Setelah terkumpul, uang itu diserahkan kepada orangtua salah seorang anak yang dinilai para tokoh adat layak untuk menerimanya.

Selama lima tahun pelaksanaan tu’u pendidikan, masyarakat Pulau Rote berhasil memberikan suntikan dana kepada sekitar 50 anak untuk melanjutkan kuliah. Besaran dana yang diberikan juga berbeda-beda, mulai dari belasan juta hingga ada yang menerima Rp 60 juta. Beberapa anak penerima tu’u ada yang lulus dan saat ini bekerja di berbagai sektor di pulau tersebut. Mereka kini menjalani beraneka profesi. Ada yang menjadi camat, guru, dan profesi-profesi lainnya.

Para mahasiswa yang mendapatkan tu’u pendidikan tidak terikat untuk kembali ke Pulau Rote. Akan tetapi, menurut John, sebagian besar dari mereka merasa memiliki utang untuk membangun kehidupan masyarakat Pulau Rote yang lebih baik.

"Saya terinspirasi dari keberhasilan orang lain. Orang Rote itu cukup cerdas dan memiliki semangat gotong royong yang tinggi. Mereka idak melaksanakan pendidikan dengan baik karena terbelenggu budaya. Maka, saya bukan mengubah budaya, tetapi menjadikan semuanya agar berjalan selaras karena budaya itu harus menyejahterakan,” kata John.

Atas upayanya itu, beberapa hari lalu John Ndalu mendapat Anugerah Peduli Pendidikan (APP) dari Kemdikbud untuk kategori individual dan inovator pendidikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com