Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negeri Maritim Minim Kapal

Kompas.com - 16/12/2011, 03:09 WIB

Kepala Bidang Perhubungan Laut Dinas Perhubungan Maluku Abraham Nanlohy mengatakan dana yang terbatas di APBD Maluku membuat pemerintah menggantungkan sepenuhnya pengadaan kapal dan pembangunan dermaga untuk mencapai target yang dipatok di Trans Maluku itu kepada pemerintah pusat.

Dana APBD hanya cukup dipakai untuk studi kelayakan dan desain dari dermaga dan pelabuhan. Tahun 2011, misalnya, rencana pengadaan kapal baru di Maluku membidik tiga feri berasal dari dana APBN. Ketiga feri ini adalah KMP TG Madlahar, Bada Leon, dan Masela. Ketiganya belum mulai beroperasi, tetapi rencananya akan dioperasikan di bagian tenggara dan selatan Maluku. Adapun untuk kapal perintis, tidak ada penambahan kapal baru.

Kehadiran kapal PT Pelni sebetulnya solusi. Namun, sejauh ini belum maksimal. Delapan dari sembilan kapal Pelni yang melintas di Maluku hanya berhenti di enam dari 35 pelabuhan di Maluku. Keenam pelabuhan itu adalah Ambon, Banda, Namlea, Tual, Saumlaki, dan Dobo. Lima dari enam pelabuhan yang disinggahi itu adalah ibu kota kabupaten/kota. Adapun jumlah total kabupaten/kota di Maluku ada sebelas.

Wilayah Ende, di NTT, juga hanya disinggahi kapal Pelni (KM Awu) dua pekan sekali. Untuk bepergian, warga tak bisa berharap dari feri karena rutenya hanya Ende-Kupang dan Ende-Waingapu.

Itu pun cuma sekali sepekan. Warga terpaksa bepergian dengan pesawat terbang yang tarifnya selangit saat menjelang Natal.

Galangan kapal

Minimnya infrastruktur pendukung bagi kapal laut berupa galangan kapal pun setali tiga uang. Padahal, galangan kapal penting untuk menjaga kondisi kapal tetap aman berlayar.

Data Kementerian Perhubungan menyebutkan, sekitar 76 persen atau sebanyak 380 kapal di Maluku terpaksa dirawat di Papua dan Sulawesi. Pasalnya, perusahaan galangan kapal di Maluku hanya mampu memperbaiki kapal berbobot di bawah 500 gros ton (GT).

Imbasnya, ongkos yang dikeluarkan pemilik kapal bertambah, ditambah lagi waktu perbaikan menjadi lebih lama. PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Wilayah Ambon, misalnya, harus membawa dua ferinya yang berbobot di atas 1.000 GT ke Bitung, Sulawesi Utara, atau Sorong, Papua Barat, untuk perawatan rutin.

Inilah kisah negeri maritim yang minim kapal. Sampai kapan rakyat berjibaku dengan maut dan menanggung biaya tinggi? Benarkah laut sebagai masa depan negeri ini?

(APA/ENG/ZAL/THT/RWN/SEM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com