Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menguatkan Pendidikan Menengah

Kompas.com - 28/12/2011, 08:30 WIB
Oleh Ester Lince Napitupulu

KOMPAS.com - Nur Riza Ramandani (15), anak pembuat kerupuk di Kranggan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, nyaris tak bisa melanjutkan ke SMA di daerahnya. Biaya sekolah di jenjang SMA dirasa tak terjangkau untuk keluarga ini. 

Untung Nur tergolong siswa pintar. Ia akhirnya bisa mengenyam SMA bertaraf internasional yang berasrama secara gratis di Sampoerna Academy Bogor yang digagas Putera Sampoerna Foundation. Meski belum tahu nanti bisa berkuliah atau tidak, Nur merasa lega karena bakal punya ijazah SMA.

Sebaliknya, Alif (17), anak sopir angkutan umum di Bekasi, terpaksa gigit jari karena harus putus sekolah dari salah satu SMK swasta jurusan otomotif. Alif sebenarnya punya semangat belajar tinggi untuk menuntaskan sekolah, tetapi orangtuanya tidak mampu membayar uang sekolah. Karena itu, dia terhenti di kelas II.

Alif merasakan sulitnya mencari pekerjaan hanya berbekal ijazah SMP. Alif sebenarnya bisa ikut ujian nasional kesetaraan Paket C (setara SMA), tetapi lagi-lagi terkendala biaya. Padahal, ijazah setara SMA menjadi syarat utama untuk menjadi petugas kebersihan ataupun buruh pabrik.

Pemerintah mewacanakan program rintisan wajib belajar (wajar) 12 tahun, yaitu hingga jenjang pendidikan menengah atas mulai tahun 2012. Kebijakan populis ini tentu sangat membantu siswa miskin.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyebutkan, komitmen pemerintah mewujudkan wajar 12 tahun paling lambat tahun 2014 dengan memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) di jenjang pendidikan menengah, seperti halnya BOS di jenjang pendidikan dasar.

Adanya BOS SMA/SMK/MA dari pemerintah ini diharapkan bisa mewujudkan wajar 12 tahun secara gratis. Dengan demikian, tidak ada lagi anak-anak remaja yang tidak mengenyam pendidikan menengah. Namun, hitungan pemerintah yang mengalokasikan dana BOS pendidikan menengah sekitar Rp 1 juta per siswa per tahun menyisakan polemik soal kesanggupan sekolah untuk menggratiskan biaya pendidikan.

Hitung-hitungannya, biaya bulanan sekolah per siswa di jenjang SMA minimal Rp 100.000 untuk sekolah yang masuk kategori biasa dan semakin tinggi di kota-kota besar. Biaya tersebut belum termasuk uang masuk siswa baru yang minimal Rp 1 juta per siswa. Biaya yang tidak murah untuk siswa dari keluarga miskin seperti Nur dan Alif.

Semakin tinggi

Mengenyam pendidikan memang masih jadi masalah di Indonesia. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi angka putus sekolah dan angka tidak melanjutkan. Penyebab utama adalah faktor ekonomi.

Di tingkat SD, angka putus sekolah mencapai 1,5 persen dari sekitar 31 juta siswa, di SMP 1,8 persen dari 12,69 juta siswa, serta di SMA/SMK/MA meningkat menjadi 4,27 persen dari 9,11 juta siswa.

Adapun jumlah lulusan SD yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMP berkisar 9 persen, dari SMP ke SMA berjumlah 24 persen, sedangkan dari SMA ke perguruan tinggi sekitar 51 persen.

Kendala masyarakat mengakses pendidikan yang semakin tinggi tentu berpengaruh terhadap kesejahteraan hidup di masa depan. Meminjam istilah Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, pendidikan seharusnya menjadi eskalator sosial yang dapat mengubah kondisi sosial keluarga miskin menjadi naik ke atas.

Namun, kondisi yang dirasakan masyarakat sampai saat ini, sekolah masih mahal dan eksklusif. Beban berat itu terutama dirasakan saat mengenyam pendidikan menengah hingga tinggi.

Biaya sekolah di jenjang SD-SMP bisa dikatakan semakin ringan, bahkan bagi anak-anak miskin. Di jenjang ini, kesenjangan antara siswa miskin dan kaya semakin tipis.

Kesenjangan siswa miskin dan kaya menganga kembali di jenjang SMA/SMK. Di jenjang pendidikan tinggi, predikat mahasiswa begitu sulit diraih anak miskin, bahkan di perguruan tinggi negeri sekalipun.

Padahal, perkembangan dunia saat ini menuntut tingkat pendidikan yang semakin tinggi, minimal di jenjang pendidikan menengah. Di Indonesia, ada sekitar 2,2 juta remaja Indonesia terhenti pendidikannya di jenjang SMA karena putus sekolah ataupun tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi.

Dari kajian UNESCO yang tertuang dalam laporan bertajuk ”Global Education Digest 2011: Comparing Education Statistics Across the World”, pendidikan di banyak negara berkembang mulai bergeser pada pendidikan menengah setelah pendidikan dasar mengalami kemajuan. Indonesia sedang dalam tahap untuk meningkatkan akses pendidikan yang luas di jenjang pendidikan menengah.

Dari catatan UNESCO, tidak ada kesenjangan jender dalam mencapai pendidikan menengah di Indonesia. Orang-orang yang lahir tahun 1980-an umumnya menikmati pendidikan dasar dan bisa mencicipi sekolah menengah meski tidak semua tuntas.

Harus diperkuat

Pendidikan menengah merupakan tahap krusial dalam sistem pendidikan untuk perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan anak-anak muda yang didapat lewat pendidikan menengah penting untuk masa depan sebagai warga negara yang produktif dan sehat di negara mereka.

Dewasa ini, banyak negara yang menginginkan tenaga kerja yang memuaskan yang dilengkapi dengan kompetensi dan keahlian yang tidak bisa didapat lewat pendidikan dasar. Peningkatan ke pendidikan menengah pun harus mulai diperkuat sebagai bekal minimal hidup anak-anak muda bangsa di era globalisasi ini.

Pendidikan menengah mulai jadi perhatian utama pengambil kebijakan pendidikan dan peneliti di dunia karena berperan penting meningkatkan kesehatan dan ikatan masyarakat serta memacu pertumbuhan ekonomi. Pendidikan menengah penting dalam sistem pendidikan karena tidak hanya untuk menjembatani untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi juga menghubungkan sistem sekolah dengan dunia kerja.

Pendidikan vokasional semacam SMK pun banyak dikembangkan, termasuk di Indonesia. Pendidikan SMK dinilai berperan penting dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kemungkinan menemukan pekerjaan yang layak atau meningkatkan pendapatan melalui wirausaha.

Dalam penguatan SMK, perlu dikumpulkan data dan dianalisis untuk permintaan keterampilan, penciptaan kerja, iklim investasi, dan layanan pekerjaan yang berhubungan dengan persediaan keahlian yang diminta pasar.

”Tidak bisa suatu negara melepaskan diri dari belitan kemiskinan tanpa ekspansi yang cepat pada jenjang pendidikan menengah. Pendidikan menengah inilah bekal minimum untuk melengkapi anak-anak muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat membuat mereka siap hidup dalam persaingan global,” kata Irina Bokova, Direktur Jenderal UNESCO.

Namun, persoalan akses yang pantas dan kelulusan sama pentingnya dengan kualitas dan relevansi pendidikan menengah. Masalah tersebut masih menjadi tantangan utama untuk mewujudkan pendidikan menengah bagi semua.

Masalah serupa dihadapi Indonesia. Di Indonesia, angka partisipasi kasar (APK) SMP tercatat 98 persen. Namun, APK di jenjang SMA/SMK baru berkisar 69,6 persen.

Mustaghfirin Amin, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan, jumlah lulusan SMP sederajat tahun 2011 sekitar 4,2 juta siswa. Adapun daya tampung SMA/SMK/MA hanya sekitar 3,1 juta sehingga ada 1,1 juta siswa tidak mendapat tempat.

Persoalan akses yang besar pada pendidikan menengah seharusnya direncanakan sambil memastikan kualitas dan relevansinya. Jika pendidikan menengah diperluas dan berkualitas, persoalan seperti masalah sosial, jender, dan ketidaksetaraan etnis dapat diatasi. Dari kajian juga terlihat ada kaitan erat antara rasio peserta sekolah menengah dan kemakmuran suatu bangsa.

Anies Baswedan mengatakan, akibat menggenjot di pendidikan dasar, terutama SD, saat ini terjadi kesenjangan di pendidikan menengah. ”Dari infrastruktur sekolah saja sudah ada hambatan. Penambahan jumlah SMP, apalagi SMA sederajat, tidak bergerak cepat. Sekarang saatnya kita bergerak cepat untuk membuat pendidikan menengah dan tinggi semakin luas aksesnya, selain memikirkan kualitasnya,” ungkap Anies.

Setiap negara harus punya ambisi dan komitmen untuk memenuhi tantangan tersebut. Sebab, peningkatan pendidikan adalah jalan utama menuju kemakmuran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com