Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Universitas Kurang Proaktif Buru Siswa Berprestasi

Kompas.com - 28/12/2011, 10:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perguruan tinggi dalam negeri kurang proaktif memburu siswa-siswa Indonesia yang berprestasi di berbagai olimpiade sains internasional. Anak-anak itu justru terjegal di negeri sendiri karena aturan masuk perguruan tinggi dalam negeri yang kaku dan birokratis.

Hendra Kwee, Pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia dan penanggung jawab Olimpiade Fisika Surya Institute, mengatakan, perguruan tinggi dalam negeri, terutama perguruan tinggi negeri (PTN) favorit, enggan memburu siswa berprestasi Indonesia di luar jalur masuk yang ada. Di sisi lain, siswa berprestasi itu amat dihargai perguruan tinggi luar negeri yang lebih berkualitas.

”PTN kita harus lebih terbuka dan ramah kepada siswa Indonesia yang berprestasi unik,” ujar Hendra di Jakarta, Selasa (27/12).

Sejumlah peraih medali olimpiade sains internasional (OSI) mengaku ingin kuliah di PTN favorit, seperti UI, UGM, dan ITB. Namun, mereka terganjal. Perguruan tinggi dalam negeri menerima tanpa tes dengan membatasi pilihan jurusan yang sesuai dengan olimpiade yang dimenangi.

Sementara itu, perguruan tinggi Singapura yang menjadi tempat kuliah para peraih medali olimpiade asal Indonesia, seperti National University of Singapore dan Nanyang Technological University, memiliki peringkat lebih tinggi berdasarkan Quacquarelly Symonds World University Rankings Tahun 2011/2012. Kedua kampus ini aktif memburu siswa berprestasi asal Indonesia ke sekolah serta menawarkan beasiswa dan jalur masuk tanpa tes.

Siswa peraih medali OSI ditawari masuk tanpa tes dengan pilihan jurusan sesuai minat mereka. Disediakan juga beasiswa sejak kuliah hingga lulus dengan ikatan kerja di perusahaan di Singapura selama tiga tahun.

Satijan, Kepala SMAK 1 BPK Penabur Jakarta, mengatakan, berbekal sertifikat juara OSI, peraih medali dari sekolahnya mudah diterima di perguruan tinggi ternama, seperti Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, perguruan tinggi peringkat ketiga dunia.

”Sebenarnya banyak siswa ingin kuliah di dalam negeri. Namun, karena tak ada kepastian soal lolos tanpa tes dan beasiswa, mereka menerima tawaran perguruan tinggi luar negeri,” katanya.

Sikap perguruan tinggi

Kadarsah Suryadi, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB, mengatakan, pembatasan pilihan jurusan sesuai olimpiade yang dimenangi karena anak itu dinilai berpotensi besar di bidang itu.

”Jika kuliah di bidang yang dikuasai, potensinya lebih berkembang,” ujarnya.

Peraih medali OSI yang diterima di ITB lewat jalur peminatan bebas uang masuk. Namun, mereka tetap membayar biaya per semester. ”Kalau pemerintah memberi beasiswa, berarti bebas uang kuliah. Peraih medali OSI ini kan banyak juga dari orang kaya sehingga mampu bayar,” kata Kadarsah.

Menurut Emil Budianto, Ketua Panitia Tetap Penerimaan Mahasiswa Baru UI, pihaknya membuka diri bagi anak-anak berprestasi. ”Yang bebas tes masuk itu kalau sesuai bidang studi olimpiade yang diikuti. Jika tidak dibuat syarat, nanti banyak yang mau kedokteran,” kata Emil.

Suryo Baskoro, Kepala Bidang Humas dan Keprotokolan UGM, mengatakan, peraih medali OSI bisa mendaftar lewat SNMPTN jalur undangan untuk siswa berprestasi.

”Asal memilih sesuai sertifikat kejuaraan, peluang diterima besar. Kalau tak sesuai, banyak saingan. Belum tentu diterima,” ujarnya.

Menanggapi kendala para peraih medali OSI kuliah di dalam negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, pemerintah akan mengevaluasi prosedur dan pelaksanaan pemberian beasiswa OSI. Peraih medali olimpiade tak perlu dibatasi hanya boleh mengambil program studi sesuai bidang studi yang dapat medali.

”Tak selamanya anak-anak pemenang Biologi harus masuk Jurusan Biologi. Masuk ke mana saja bolehlah. Akan kami evaluasi. Tak ada yang pakem dan mutlak,” katanya.

Nuh menilai, sebaiknya membebaskan siswa peraih medali menentukan program studi yang diinginkan. Yang penting siswa melanjutkan studi. ”Sekarang bebas saja,” ujarnya. (ELN/LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com