JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Suyanto tak menampik kritikan keras berbagai pihak yang menilai bahwa keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) menciptakan kastanisasi di dunia pendidikan. Kritikan ini dilayangkan karena mahalnya biaya masuk sekolah berlabel RSBI, yang hanya mampu dijangkau kalangan mampu.
Namun, menurut Suyanto, kasta yang diciptakan RSBI adalah kasta dari sisi akademik. "Hidup kan memang ada kastanya. Di perusahaan kan juga ada kasta," katanya, Selasa (3/1/2011), di Gedung Kemdikbud, Jakarta.
Ia menilai, kontroversi yang mewarnai keberadaan RSBI selama ini hanya menyoroti RSBI dari sisi biaya pendidikan yang mahal. Padahal, menurut dia, tidak seluruh RSBI berbiaya mahal. Biaya tinggi, kata Suyanto, hanya terjadi di RSBI yang ada di wilayah DKI Jakarta. Dalam pantauannya, sejumlah daerah seperti Surabaya, Nunukan, dan Sulawesi Selatan memiliki peraturan daerah (Perda) yang mengatur RSBI sehingga terjangkau untuk semua kalangan.
"Yang miskin diakomodasi di RSBI 20 persen. Tak salah punya sekolah yang bersifat center of excellent," kata Suyanto.
Dengan semakin menguatnya kritik terhadap RSBI, pemerintah saat ini menahan diri untuk tidak membuka atau memberikan status RSBI baru kepada sekolah-sekolah. Tak hanya itu, peningkatan status RSBI menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) juga dilakukan secara cermat dan hati-hati.
Bahkan, Suyanto mengakui, dari RSBI yang ada saat ini, belum ada yang layak ditingkatkan statusnya menjadi SBI. "Kelemahan utama ada di sumber daya gurunya. Semangat pemerintah, guru RSBI itu harus S-2. Tetapi, banyak yang belum memenuhi standar itu maka harus terus didukung," kata Suyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.