Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Seni Idealnya Bagaimana?

Kompas.com - 07/01/2012, 02:03 WIB

Agus Priyatno

Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengonversi Institut Seni Indonesia menjadi Institut Seni dan Budaya Indonesia menunjukkan kebingungan dalam menerapkan istilah seni dan budaya.

Kebingungan seperti ini tampak juga pada pemakaian istilah pada mata pelajaran seni yang diberikan di tingkat sekolah menengah, dengan menjadikan pelajaran seni dan budaya sebagai satu mata pelajaran.

Idealnya seni adalah mata pelajaran yang berdiri sendiri dan tak digabung dengan budaya. Dalam satu kata seni saja di dalamnya ada banyak cabang seni, yang tak mungkin semuanya dikuasai seorang guru. Bisa dibayangkan, alangkah tersiksanya seorang guru seni jika harus mengajarkan seni rupa (lukis, patung, arsitektur), seni tari, seni suara, seni drama, dan sebagainya sekaligus. Apalagi jika harus ditambahkan budaya. Praktiknya, pelajaran seni dan budaya di sekolah-sekolah diampu oleh seorang guru seni. Idealnya minimal ada tiga guru seni, yaitu guru seni rupa, seni musik, dan seni tari. Pelaksanaan pendidikan seni di sekolah menengah selama ini masih jauh dari ideal.

Jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ingin memberikan wawasan budaya, mestinya tambahkan saja mata pelajaran budaya yang diberikan terpisah, dengan guru pengajar khusus ahli kebudayaan. Jika seni dan budaya digabung, materinya akan jadi sangat luas dan tak mungkin disampaikan dalam satu mata pelajaran saja, apalagi jam pelajaran seni selama ini sangat terbatas diberikan di sekolah-sekolah. Ibaratnya seperti memasukkan air laut ke dalam ember.

Kebingungan pemakaian istilah seni dan budaya ternyata tak hanya di tingkat sekolah menengah. Di tingkat perguruan tinggi sama saja. Konversi ISI menjadi ISBI menunjukkan itu.

Seni di Indonesia

Indonesia merupakan bangsa yang sedang bertransisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Seni tradisional dan seni modern yang ada sekarang merupakan produk kreatif masyarakat yang mengalami masa transisi ini. Logikanya, seni yang diajarkan di sekolah menengah dan di perguruan tinggi seni adalah seni tradisional dan seni modern. Kebudayaan merupakan pelajaran yang berdiri sendiri dan diberikan terpisah.

Di tingkat sekolah menengah, pelajaran seni semestinya dipisahkan dengan pelajaran budaya. Di tingkat perguruan tinggi, pemerintah lebih baik mendirikan dua macam sekolah tinggi seni, yaitu institut seni untuk mewadahi seni tradisional dan institut seni untuk mewadahi seni modern. Kebudayaan jadi satu mata kuliah di dalam sekolah seni ini.

Indonesia bangsa multietnis. Banyak suku dan corak seni tradisional di dalamnya. Jika seni setiap daerah ingin dipertahankan dan dikembangkan, sebaiknya setiap provinsi mendirikan institut seni di daerahnya masing-masing sehingga di Indonesia banyak sekolah seni tradisi, seperti Institut Seni Bali, Institut Seni Batak, Institut Seni Bugis, demikian pula dengan Dayak, Jawa, Papua, dan sebagainya.

Kurikulumnya dirancang untuk pengembangan seni daerah. Ulos batak berbeda dengan batik jawa, tari saman berbeda dengan tari kecak. Maka, idealnya pengembangannya berada di daerahnya masing-masing.

Sebagai bangsa yang sedang menuju bangsa modern, Indonesia perlu memiliki kajian terhadap perkembangan seni modern. Oleh karena itu, Institut Seni Indonesia (ISI) yang kurikulumnya mengajarkan seni modern perlu didirikan di setiap daerah karena setiap daerah di Indonesia juga mengalami modernisasi. Jika di setiap daerah terdapat perguruan tinggi seni tradisional dan modern, kedua aspek seni yang berkembang di Indonesia dapat dipelajari. Dengan demikian, persoalan pendidikan seni di Indonesia dapat dilaksanakan sebaik-baiknya.

Kerancuan istilah

Pemakaian istilah seni dan budaya untuk mata pelajaran ataupun untuk nama perguruan tinggi seni merupakan kerancuan. Seni tak setara dengan budaya. Seni ada dalam budaya. Orang belajar budaya suatu bangsa. Maka, seni ada di dalamnya.

Jika kita bicara kebudayaan Indonesia, di dalamnya ada produk seni dan bukan seni. Ada produk yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible). Produk budaya bersifat fisik, baik tindakan maupun konseptual (pemikiran). Seni tari dari Aceh hingga Papua, lukisan tradisional Bali hingga lukisan ekspresionis Affandi, sandal jepit buatan Yogyakarta hingga pesawat terbang buatan Bandung adalah hasil kebudayaan bangsa Indonesia. Selama ini istilah kebudayaan sering tereduksi sehingga pengertiannya jadi sempit. Seolah kebudayaan semacam seni tradisional saja. Hanya berupa tarian, baju tradisional, dan rumah adat.

Di sekolah menengah, tujuan siswa belajar seni untuk mengembangkan bakat, kreativitas, dan memperluas apresiasi seni. Siswa belajar seni tak dimaksudkan untuk jadi seniman profesional. Di perguruan tinggi seni, mahasiswa belajar seni untuk jadi ahli (teori) atau seniman profesional (praktik). Dalam mempelajari seni, baik siswa maupun mahasiswa perlu juga wawasan kebudayaan. Untuk memperluas wawasan kebudayaan, cukup mempelajari satu mata pelajaran kebudayaan supaya wawasan seni jadi luas. Lalu untuk apa perubahan ISI menjadi ISBI?

Agus Priyatno Dosen Pendidikan Seni Rupa di FBS Universitas Negeri Medan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau