Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konversi BBG, Pemerintah Tak Selesaikan Akar Masalah

Kompas.com - 11/01/2012, 10:14 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Economics, Industry, dan Trade (Econit) Hendri Saparini menilai kebijakan pemerintah yang membatasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan peralihan ke pertamax dan bahan bakar gas merupakan langkah yang tidak menyelesaikan akar masalah, yaitu konsumsi BBM bersubsidi yang membengkak. ”Ini sebenarnya kebijakan yang terpaksa diambil. Pemerintah tidak mau mengambil kebijakan yang menyelesaikan akar masalah,” ujar Hendri kepada Kompas.com, Rabu ( 11/1/2012 ).

Ia menuturkan, pemerintah hanya memilih kebijakan yang menyentuh kulit luar dari permasalahan, bukan membereskan akar masalahnya. Melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi, menurut Hendri, karena residual dari kebijakan di berbagai sektor, seperti kebijakan transportasi massal, kebijakan energi, dan industri pengolahan minyak yang belum benar.

Khusus mengenai transportasi, menurut dia, sepeda motor justru menjadi konsumen terbesar, yakni  65 persen dari total konsumsi BBM bersubsidi. Sementara itu, peralihan konsumsi BBM bersubsidi ke bahan bakar gas dan pertamax malah ditujukan bagi angkutan umum dan kendaraan pribadi.

Hendri pun menilai aneh pandangan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang pernah menyebutkan sepeda motor lebih fleksibel daripada kendaraan golongan menengah ke atas. Dahlan menilai, revolusi sepeda motor adalah revolusi kelas bawah untuk secepat mungkin masuk ke golongan menengah. ”Arah pembangunan transportasi akan melenceng,” kata Hendri.

Jika kebijakan itu dilakukan, otomatis konsumsi BBM bersubsidi akan kian melonjak. Transportasi massal yang seharusnya mendapat dukungan pemerintah pun terancam bangkrut. Pasalnya, transportasi di Indonesia dijalankan oleh pihak swasta. Jika biaya transportasinya tidak kompetitif dibandingkan sepeda motor, tidak bisa menghasilkan laba. ”Di negara lain kan transportasi massal diselenggarakan pemerintah. Jadi kalau laba belum bisa dicapai,  pemerintah menanggung dengan subsidi,” terang Hendri.

Apalagi, kebijakan peralihan penggunaan BBM bersubsidi sifatnya tidak memaksa untuk kendaraan pribadi yang hanya mengonsumsi 35 persen dari total BBM bersubsidi. Alhasil, Hendri menyimpulkan, transportasi massal bisa terancam bangkrut dan jumlah sepeda motor bisa melonjak. ”Jadi kita memilih kebijakan yang kulitnya saja, bukan akar masalah,” tegas Hendri.

Seperti diketahui, jumlah sepeda motor pada 2011 diperkirakan telah mencapai 80 juta unit. Angka ini melonjak cukup signifikan dari tahun 2009  di mana Badan Pusat Statistik melaporkan, sepeda motor berjumlah 52,4 juta unit.

Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo memastikan, program pembatasan BBM bersubsidi diterapkan di Jawa-Bali per 1 April 2012 . Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Papua akan menyusul tahun 2012-2014 . Intinya, dengan kebijakan ini, hanya angkutan umum, pelayanan umum, dan sepeda motor yang berhak mendapat subsidi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com