Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Inovasi Datang dari SMK

Kompas.com - 13/01/2012, 03:08 WIB

Suhartono

Inovasi datang dari mana saja. Salah satunya dari siswa sekolah menengah kejuruan di Solo, Jawa Tengah, yang merakit mobil sport utility vehicle Kiat Esemka. Esemka merupakan akronim dari SMK.

Sejak mobil rakitan siswa itu diserahterimakan kepada Wali Kota Solo Joko Widodo untuk digunakan sebagai kendaraan dinas, 2 Januari lalu, muncul harapan agar SUV Kiat Esemka dijadikan salah satu alternatif mobil nasional (mobnas) di negeri yang 67 tahun merdeka belum punya mobnas.

Tekad itu tak lagi bisa dibendung. Sebagian besar waktu anak-anak muda itu kini dihabiskan di bengkel sekolah, selain ruang kelas. Mereka belajar dan meningkatkan keterampilan, seraya menunggu karya mereka mewujud jadi mobnas yang diproduksi massal.

Awal pekan lalu, siswa SMK Warga, Solo, sibuk mempelajari chassis, persneling, penyetelan sistem rem, dan kelistrikan di bengkel otomotif sekolah. Rio Adi, Suyamto, dan Ricky Setiawan serius mempelajari aplikasi teori yang dipelajari sebelumnya.

Rekan mereka, Ricky Oka Mahendra dan Paksy Martha Bunia, juga asyik di bawah kap mobil, menyetel karburator. Siswa lain, Novianto, Joko, Irawan, Febri, dan Mochamad, sibuk mengutak-atik mesin kendaraan yang baru turun mesin.

Kegiatan serupa ada di SMK Negeri 2 Solo yang bersama SMK Warga ikut merakit mobil SUV Kiat Esemka. Siswa Jurusan Teknik Komputer Jaringan dan Jurusan Rekayasa Perangkat Lunak merakit 1.982 netbook, 414 proyektor LCD, dan 764 komputer yang dipesan Direktorat Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

Meski tidak ikut program perakitan mobil Kiat Esemka, Kemdikbud tetap mengirim 15 mesin SUV Kiat Esemka ke SMK Negeri 1 Budi Utomo, Jakarta.

”Kami tidak jadi ditunjuk Kemdikbud, tetapi ikut merakit komponen mesin yang sebagian terurai,” ujar guru mesin SMK Negeri 1 Budi Utomo merangkap ketua unit produksi, Sopandi, Senin (9/1).

Saat verifikasi Program Perakitan Direktorat Pembinaan SMK Kemdiknas tahun 2009, sekolah yang berdiri tahun 1906 itu belum memiliki bengkel untuk perakitan mobil. Program pun dialihkan ke SMK Negeri 4 Rorotan, Cilincing, Jakarta.

Riffi Darusman, siswa kelas XII SMK Negeri 1 Budi Utomo, tak kecewa meski sekolahnya tak disertakan. Ia tetap bangga dan merasa punya kesempatan berinovasi. ”Pemerintah jangan berhenti. Kita harus punya mobnas,” kata Riffi yang mengaku tak punya waktu lagi untuk tawuran.

Fasilitas SMK Negeri 4 Rorotan lebih siap ikut program perakitan Kiat Esemka. ”Kami ditunjuk bersama 22 SMK lain karena punya bengkel laboratorium memadai,” kata Sekretaris Program Otomotif SMK Negeri 4 Rahmedi. SMK Negeri 4 mendapat jatah merakit 200 mesin terurai dan 12 mobil.

Guru Elektronik dan Industri SMK Negeri 4 Jakarta, Agus Martoyo, mengatakan, inovasi anak didiknya tak cuma merakit Kiat Esemka, tetapi juga menciptakan mesin computer numerical control milling atau mesin bubut untuk membuat onderdil kendaraan bermotor. Sebelumnya, SMKN 4 juga merakit laptop, mobil dan truk mini, sepeda motor, serta proyektor LCD.

Menurut Direktur Pembinaan SMK Ditjen Pendidikan Menengah Kemdikbud Joko Sutrisno, secara teknis tak ada kendala yang dialami SMK dalam memproduksi mobil nasional.

Sapu Angin hingga hibrida

Inovasi juga terjadi di perguruan tinggi. Eko Hardianto (22), manajer tim mobil Sapu Angin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Jawa Timur, menciptakan embrio mobil irit bahan bakar.

Karena pemerintah tak mendukung, pengembangan Sapu Angin benar-benar tertiup angin. Padahal, Sapu Angin juara pertama kontes Shell Eco Marathon Asia di Jepang, 2011, untuk kategori mobil teririt bahan bakar.

Meski demikian, ia tak putus asa. Ia mendesain mobil lain. Mobil khusus saat jam sibuk dan jalan raya padat itu berkapasitas dua orang dan beroda tiga. Bahan bakarnya listrik atau etanol dengan mesin 200 cc dan kecepatan maksimum 90 kilometer per jam. Harga prototipe Rp 35 juta. Sayang, nasibnya sama. Donatur tak kunjung datang.

ITS juga membuat Sapu Angin 2, berbahan bakar pemutih pakaian (hidrogen peroksida/H2O2). Mobil yang dilombakan di Jerman akhir 2011 itu akhirnya hanya jadi pajangan. Lalu, Universitas Sebelas Maret Surakarta membuat Arina yang masa depannya pun belum jelas.

Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan, Nasdi Elwan (24) dan Sastian Kiston (24), berhasil menciptakan gokar hibrida berbahan bakar bensin dan sinar matahari. Mobil yang bisa menghemat bahan bakar hingga 12,98 persen setiap 3 kilometer itu direncanakan dimodifikasi menjadi becak bermotor hibrida.

Yang penting kemauan

BUMN pun tak mau kalah. PT Industri Kereta Api (Inka) di Madiun, Jawa Timur, memproduksi GEA (Gulirkan Energi Alternatif). Ini jenis mobil dengan mesin 650 cc yang didesain melaju dengan kecepatan 85 km per jam. Mobil ini ramah lingkungan karena berbahan bakar premium dan gas. Mesinnya diklaim tak kalah dengan produk Jepang atau Eropa.

Kehadiran GEA, menurut Direktur Utama Inka Roos Diatmoko, disambut positif. Pesanan membeludak, antara lain Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. ”Kami akan produksi dalam jumlah besar. Inka akan membuat GEA dengan variasi untuk mobil penumpang, pikap, dan mobil toko,” ujar Diatmoko.

Daftar calon mobnas kini cukup panjang, antara lain Mobil Kita, Komodo, Tawon, Mobira, dan Mahator.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mendukung inovasi siswa SMK. Menurut dia, kementeriannya juga menyiapkan peluncuran mobnas menjelang 2014. Namun, rencana itu didahului SUV Kiat Esemka.

Ia mengatakan, Kiat Esemka menimbulkan sentimen positif untuk mewujudkan mobnas. ”Bagi pemerintah, yang penting bagaimana layanan setelah diuji dan ditetapkan,” kata Hidayat kepada Kompas, Selasa.

Sudah waktunya Indonesia punya mobnas sebagai simbol penguasaan teknologi. ”Momentum ini kita pakai untuk percepatan,” ujar Hidayat. Mobnas yang disiapkan adalah angkutan umum murah prorakyat dan mobil ramah lingkungan biaya rendah (LCGC).

Tak mudah mewujudkan impian mobnas. Selain padat modal, juga padat teknologi. ”Untuk LCGC dan mobil murah, ada kendala insentif pembebasan bea impor mesin peralatan produksi, bahan baku, dan komponen, serta pajak,” tuturnya.

Mobil Esemka menunjukkan, Indonesia punya kemampuan. Tinggal pemerintah dan industri bertekad mau atau tidak mewujudkan mobnas. Seperti dikatakan Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia Said Didu, ”Kalau mau jadi mobnas dan bisa bersaing, pemerintah harus segera menyertakan swasta. Sudah terlalu lama Indonesia tak punya mobnas.” Semoga SUV Kiat Esemka tak bernasib sama.(eki/ano/ara/nik/sin/fit/nmp)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com