Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FK Swasta Perlu Didik Spesialis

Kompas.com - 19/01/2012, 03:08 WIB

Jakarta, Kompas - Jika proses pendidikan dokter spesialis masih bertumpu pada fakultas kedokteran universitas negeri seperti saat ini, kebutuhan dokter spesialis sulit tercukupi. Sampai saat ini, banyak rumah sakit di daerah tidak memiliki dokter spesialis dasar dan dokter anestesi.

Ketua Divisi Pendidikan Konsil Kedokteran, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Wawang S Sukarya, Rabu (18/1), mengatakan, saat ini hanya 14 fakultas kedokteran negeri yang menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis. Padahal, ada 31 fakultas kedokteran negeri dan 41 fakultas kedokteran swasta.

Sepuluh dari 14 fakultas penyelenggara pendidikan dokter spesialis ada di Jawa. Sisanya, 2 fakultas di Sumatera, 1 fakultas di Sulawesi, dan 1 fakultas di Bali.

Data KKI tahun 2011 menyebutkan, ada 20.736 dokter spesialis dari berbagai bidang. Rata- rata rasio nasional jumlah dokter spesialis per 100.000 penduduk mencapai 8,7 orang. Jumlah dokter spesialis per provinsi yang melampaui rata-rata nasional ada di DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.

Tidak meratanya sebaran dokter spesialis membuat banyak rumah sakit di daerah tidak memiliki dokter spesialis, khususnya spesialis dasar (spesialis anak, kandungan, penyakit dalam, dan bedah). Sebaliknya, perkembangan rumah sakit swasta di kota- kota besar menarik banyak dokter spesialis dari daerah.

Wawang menyatakan, jika mengacu pada proses pendidikan seperti saat ini, kebutuhan dokter spesialis tidak akan terpenuhi hingga tahun 2014.

Untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dalam evaluasi Kinerja dan Program Prioritas 2012, 4 Januari lalu, menyarankan perlunya fakultas kedokteran di universitas swasta yang memiliki akreditasi baik menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis.

Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia Prof Errol U Hutagalung menuturkan, pada prinsipnya, fakultas kedokteran di universitas swasta boleh menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis. Syaratnya, program itu terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.

Wawang menambahkan, mekanisme lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemerataan dokter spesialis adalah memperbanyak fakultas kedokteran di universitas negeri yang menyelenggarakan pendidikan spesialis.

”Ini butuh proses lama. Karena itu, proses rintisannya harus segera dilakukan,” ujarnya.

Sejak didirikan hingga menghasilkan beberapa kali lulusan, program dokter spesialis yang baru harus di bawah pembinaan universitas lain yang program spesialisnya sudah lama berdiri bersama kolegium masing-masing bidang spesialis.

Lama waktu pembinaan hingga program dokter spesialis itu dapat berdiri sendiri bergantung pada masing-masing bidang spesialis.

Berbasis universitas

Wawang menegaskan, proses pendidikan dokter spesialis di Indonesia harus dilakukan berbasis universitas, bukan rumah sakit seperti yang dilakukan di luar negeri. Ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

”Dalam proses pendidikannya, tetap merupakan kerja sama antara universitas, kolegium dan rumah sakit, sama seperti pendidikan dokter umum,” ujarnya.

Ketentuan itu juga terkait dengan UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Untuk mendapat surat tanda registrasi dari KKI, dokter spesialis harus memiliki ijazah yang diakui pemerintah, yaitu ijazah yang dikeluarkan oleh universitas. Rumah sakit di Indonesia belum boleh mengeluarkan ijazah dokter spesialis. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com