Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UN, PTN, dan Otonomi Daerah

Kompas.com - 21/01/2012, 02:49 WIB

Oleh M Rifqinizamy Karsayuda

Bagi para pengkaji hukum tata negara, ujian nasional yang diselenggarakan pemerintah pusat adalah antitesis otonomi pendidikan: penyerahan urusan di bidang pendidikan oleh pusat kepada daerah.

Pasal 18 Ayat 2 UUD 1945 menegaskan, Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pasal itu memberikan pesan kepada kita bahwa setiap daerah memiliki kewenangan mengurus sendiri pemerintahannya berdasarkan asas otonomi (daerah).

Ketentuan konstitusi itu semakin ditegaskan dalam Pasal 10 Ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan seluruh urusan pemerintahan diserahkan kepada pemerintah daerah, kecuali enam urusan pemerintahan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, serta agama.

Tafsir atas ketentuan konstitusi dan UU Pemda di atas adalah bahwa urusan pemerintahan di bidang pendidikan (mestinya) menjadi ranah daerah yang dikelola secara otonom. Sayang, otonomi daerah di bidang pendidikan masih jauh panggang dari api. Kehadirannya semata dalam mata pelajaran muatan lokal yang memberikan ruang bagi setiap daerah untuk menentukan kurikulumnya. Di luar itu, otonomi pendidikan dirampas pusat secara sengaja atas nama standardisasi pendidikan nasional.

Ingkari falsafah bernegara

Dalam konteks konstitusional itulah kehadiran ujian nasional (UN) menjadi masalah besar. Ia menjadi bagian dari kebijakan nasional yang mencederai falsafah bernegara untuk merajut persatuan Indonesia berbasis kebinekaan. Para pendiri bangsa amat menyadari, negara-bangsa yang didirikannya terdiri atas bangsa-bangsa dengan multi-perbedaan, bukan hanya soal kultur, etnik, dan ras, melainkan juga ekonomi dan pengetahuan.

Otonomi daerah sesungguhnya dihajatkan sebagai terapi atas perbedaan-perbedaan itu. Dengan otonomi setiap daerah dipersilakan mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan berbasis kebutuhan dan kekhasannya. Pemerintah pusat hanya mengurusi enam urusan pemerintahan, sisanya menjadi koordinator dan supervisor atas jalannya pemerintahan di sejumlah daerah. Dengan cara demikian, daerah yang satu membedakan dirinya secara sentrifugal dengan daerah lain.

Pengingkaran atas otonomi daerah di bidang pendidikan— melalui UN—berisiko mencederai tujuan negara untuk menghadirkan kecerdasan bangsa. UN yang menuntut persamaan nilai standar untuk mata pelajaran tertentu bagi setiap siswa di Tanah Air sulit diaktualisasikan di tengah sarana penunjang pendidikan yang serba njomplang, mulai dari SDM guru, ruang dan peralatan sekolah, hingga jarak tempuh sekolah.

Para siswa di pedalaman Fak-Fak, Kapuas Hulu, Mentawai, dipaksa memiliki standar yang sama dengan para siswa sekolah favorit di kota-kota besar di Jawa. Maka lahirlah kecurangan di sana-sini. Bukan rahasia umum lagi, setiap kali UN digelar beredar pula berbagai kunci jawaban soal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com