Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butuh Insentif Pemerintah untuk Prodi Pertanian

Kompas.com - 25/01/2012, 09:02 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Yoni Koesmaryono mengatakan, penyebab turunnya minat masyarakat pada program studi (prodi) pertanian dipicu oleh dua hal. Kedua faktor tersebut adalah, pertama, kurangnya insentif kebijakan dari pemerintah, dan kedua, harga produk pertanian yang belum memadai.

Ia mengatakan, kurangnya insentif kebijakan yang diberikan pemerintah membuat pemerataan pembangunan pertanian menjadi sulit dilakukan. Hal itu, menurutnya, berdampak pada enggannya para ahli pertanian untuk terjun ke daerah-daerah yang seharusnya menjadi peta kekuatan membangun sektor pertanian.

"Karena insentif kebijakan pertanian kita masih sangat kecil. Saat ini siapa yang mau bekerja di desa, di daerah yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya," kata Yoni, Selasa (24/1/2012), di Jakarta.

Berdasarkan pengalamannya, kata Yoni, kesulitan para ahli pertanian semakin besar ketika yang bersangkutan terjun ke daerah-daerah terpencil di luar pulau Jawa.

"Ketika masih muda tentu tak akan sulit bekerja di daerah. Tapi ketika berkeluarga dan punya anak maka ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi, misalnya pendidikan anak. Karena tak tersedia, akhirnya mereka meninggalkan daerah tersebut. Inilah insentif yang diperlukan, bukan dalam bentuk uang," ungkapnya.

Kedua, harga produk pertanian yang belum memadai juga ia tuding sebagai pemicu seseorang menjadi kurang tertarik untuk menggeluti bidang pertanian. Misalnya, rendahnya harga bahan pangan saat ini. Menurutnya, jika tak ada subsidi pemerintah dalam hal "kebijakan" maka ia khawatir tak ada lagi orang yang mau menggeluti bidang pertanian.

"Nah, generasi muda yang sekarang belajar di pertanian jadi malas, akhirnya mereka kembali ke kota ketimbang harus bekerja di desa," ujarnya.

Yoni menambahkan, generasi muda yang saat ini tengah menempuh studi pertanian harus dibekali soft skill untuk menumbuhkan semangat berwirausaha dan kecintaan mereka terhadap peratanian.

"Harus seperti itu (soft skill), agar generasi muda tertarik. Bayangkan, hutan kita sudah habis, tapi enggan mempelajari ilmu menanam. Prodi perikanan juga kurang, padahal luas laut kita lebih besar dari daratan," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com