Sorotan tersebut diungkapkan sejumlah anggota Komisi X DPR dalam rapat kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh di Jakarta, Senin (30/1). Rapat kerja membahas soal integrasi kebudayaan dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ujian nasional, bantuan operasional sekolah, dan dana alokasi khusus.
Zulfadhli dari Fraksi Partai Golkar mengatakan, pemerintah daerah banyak yang bergantung penuh kepada pemerintah pusat dalam soal anggaran pendidikan.
”Meskipun pemerintah pusat menjamin penuh pendidikan dasar melalui bantuan operasional sekolah (BOS), pemda tetap harus mengucurkan dana BOS tambahan,” kata Zulfadhli.
Dedi S Gumelar dari Fraksi PDI-P mengatakan, desentralisasi pendidikan membuat kebijakan pendidikan nasional tidak berjalan optimal, termasuk anggaran pendidikan dalam APBD. Padahal, ketentuan 20 persen anggaran untuk pendidikan tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Rohmani dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menambahkan, alokasi dana BOS yang meningkat tahun 2012 yang dimasukkan ke dalam APBD provinsi semakin memudahkan pemda untuk mengklaim dana pendidikan minimal 20 persen dalam APBD.
Nyoman Dhamantra dari Fraksi PDI-P mendesak pemerintah bersikap tegas bagi daerah yang tidak mengalokasikan anggarannya sebesar 20 persen untuk pendidikan.
Sehari sebelumnya, dalam konferensi kerja nasional Persatuan Guru Republik Indonesia, juga banyak guru yang melaporkan, anggaran pendidikan di daerahnya tak sampai 20 persen dari APBD.
Mohammad Nuh menyatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan segera memetakan alokasi dana pendidikan dalam APBD di semua daerah. Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.
”Nanti bisa diketahui, daerah mana saja yang alokasi anggaran pendidikannya tak sampai 20 persen,” kata Nuh. Meski demikian, pemerintah belum mempertimbangkan sanksi bagi daerah yang melanggar ketentuan itu.