Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Subspesialis Tetap Dibutuhkan

Kompas.com - 08/02/2012, 03:51 WIB

Jakarta, Kompas - Pendidikan dokter subspesialis mutlak diperlukan untuk menjamin kualitas dokter spesialis dan pengembangan ilmu kedokteran Indonesia. Pendidikan itu juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan tingkat tiga sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit.

”Pengajar pendidikan dokter spesialis harus memiliki kemampuan lebih tinggi, yaitu dokter subspesialis,” kata anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Prof Zubairi Djoerban, Selasa (7/2), di Jakarta.

Karena itu, pendidikan subspesialis (konsultan atau spesialis 2) perlu dicantumkan dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat. Saat ini, RUU itu hanya mengakui pendidikan dokter dan dokter spesialis.

Pendidikan profesi kedokteran di Indonesia saat ini memiliki tiga jenjang, yaitu dokter umum dengan lama pendidikan 6-7 tahun, dokter spesialis (3-6 tahun), dan dokter subspesialis (4-5 tahun).

Dokter subspesialis bertugas di rumah sakit yang memberikan layanan tingkat tiga (tersier). Rumah sakit ini umumnya bertipe A dan berada di kota besar.

Jika sistem rujukan berjalan benar, dokter subspesialis hanya akan menangani pasien dengan kondisi tertentu yang sudah tidak bisa ditangani dokter spesialis.

Ketua Umum PAPDI Aru W Sudoyo menambahkan, dokter subspesialis menjadi tempat konsultasi dokter spesialis. Mereka juga wajib mempertahankan dan memperbarui kompetensi dan keilmuan yang dimiliki secara berkelanjutan.

Jika pendidikan subspesialis tidak diakui, proses pendidikan yang sudah berlangsung lama terancam dihentikan. Hal ini akan membuat kebutuhan tenaga konsultan di rumah sakit tak terpenuhi. Masyarakat dipastikan tak mendapat layanan kesehatan tersier yang dijamin UU.

Ketua Badan Pertimbangan Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Sukman Tulus Putra menegaskan, pendidikan subspesialis tak bisa diganti dengan pelatihan-pelatihan saja karena sulit mengontrol mutunya.

”Jika dihapus, dokter spesialis Indonesia yang ingin mengambil pendidikan subspesialis harus ke luar negeri,” ujarnya.

Dalam pasar bebas tenaga kesehatan ASEAN 2015, disepakati hanya dokter subspesialis asing yang bisa masuk ke Indonesia. ”Jika produksi dokter subspesialis di Indonesia terhenti, kebutuhannya akan dipenuhi oleh dokter asing,” kata Ketua Bidang Advokasi PAPDI Ari Fahrial Syam.

Menurut Aru, salah satu alasan penolakan pencantuman pendidikan subspesialis dalam RUU Pendidikan Kedokteran karena hal itu membuat biaya kesehatan masyarakat semakin mahal. Namun, alasan ini akan terpatahkan jika Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diberlakukan pada tahun 2014. Pemberlakuan SJSN akan membuat sistem rujukan kesehatan berjalan baik sehingga pelayanan tersier tidak membebani. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com