Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3.000 Penduduk Pelauw Mengungsi

Kompas.com - 13/02/2012, 01:45 WIB

AMBON, KOMPAS - Sekitar 3.000 dari total 12.000 warga Desa Pelauw di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, mengungsi pasca-bentrokan antarwarga, Jumat hingga Sabtu (10-11/2). Sejumlah warga berharap pertikaian bisa secepatnya diakhiri.

Bupati Maluku Tengah Abdullah Tuasikal, yang ditemui seusai mengunjungi pengungsi dan lokasi rumah yang terbakar di Pelauw, Minggu, mengatakan, sebagian besar dari 3.000 warga itu mengungsi ke tiga desa yang berdekatan dengan Pelauw, yaitu Kailolo, Rohimoni, dan Ori. Ada pula yang mengungsi ke Pulau Ambon. ”Mayoritas dari mereka yang mengungsi ini akibat rumah mereka terbakar habis, sisanya karena takut,” ujarnya.

Pemerintah masih mendata jumlah rumah yang rusak atau terbakar. Perkiraan awal ada sekitar 400 rumah yang rusak atau terbakar habis, sementara jumlah korban tewas akibat bentrokan adalah enam orang.

Menurut Abdullah Tuasikal, pemerintah akan segera mengirimkan bantuan kepada pengungsi. Bantuan berupa makanan, obat-obatan, dan pelayanan kesehatan. Pendataan jumlah pengungsi baru dilakukan kemarin sehingga kemungkinan pengiriman bantuan baru akan dilakukan hari ini.

Raja Kailolo Azhar Ohorella mengatakan, ada 1.523 warga Pelauw yang mengungsi ke wilayahnya. Mereka tinggal di rumah-rumah penduduk. ”Hingga kini (kemarin), belum ada bantuan dari pemerintah, tapi masyarakat Kailolo secara sukarela memberikan makanan dan minuman kepada pengungsi. Sejumlah orang di luar Kailolo memberikan bantuan beras dan mi,” katanya.

Menurut Azhar, selain membutuhkan bantuan makanan, para pengungsi juga membutuhkan bantuan pakaian. ”Sebagian besar dari mereka lari dari Pelauw hanya dengan pakaian di badan,” ujarnya.

Sejumlah warga Pelauw dari dua kelompok berbeda yang ditemui Kompas, sangat berharap pertikaian yang terus terjadi di Pelauw bisa diakhiri. Salah satu warga, Wahab Angkotasan (40), mengatakan, pertikaian tidak pernah menguntungkan siapa pun. Dua rumah Wahab, beserta harta benda di dalamnya, terbakar habis saat bentrokan. Begitu pula yang terjadi pada Atiah Latupono (30), warga dari kelompok lainnya yang rumahnya dibakar.

Sekretaris Desa Pelauw Ali Latuconsina mengatakan, pertikaian yang terus berulang di Pelauw berpangkal pada perbedaan keyakinan kedua kelompok meski sesungguhnya keduanya menganut satu agama yang sama. Perbedaan itu terlihat setiap kali pada penentuan hari-hari besar keagamaan.

”Kelompok yang disebut kelompok muka selalu menetapkan hari-hari besar keagamaan mengacu perhitungan pada umumnya atau sama dengan yang ditetapkan pemerintah. Namun, kelompok lainnya yang disebut kelompok belakang menetapkannya selalu tiga hari setelah kelompok muka merayakannya. Ini mereka yakini mengikuti tradisi warisan leluhur,” paparnya. Ali menambahkan, pemerintah desa sudah berulang kali mendamaikan.

Abdullah Tuasikal mengatakan, pemerintah pun kesulitan menjembatani kedua kelompok yang ada.

Menurut Perwira Pengendali Pengamanan di Pelauw dari Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar Putut Prayogi, dua satuan setingkat kompi Brimob Polda Maluku masih disiagakan di Pelauw, mencegah bentrokan terulang. (APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com