Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebun Sawit Jadi Hutan Bakau

Kompas.com - 22/02/2012, 03:46 WIB

Pangkalan Brandan, Kompas - Ratusan nelayan dari tujuh desa di Kecamatan Brandan Barat, Sei Lepan, dan Babalan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Selasa (21/2), menanami kembali 1.200 hektar hutan bakau di pesisir Pangkalan Brandan. Lahan itu sebelumnya jadi kebun sawit.

Gerakan ini merupakan lanjutan dari pembobolan tanggul kebun sawit yang dikelola UD Harapan Sawita itu pada November 2011 dan awal Januari 2012.

Koordinator nelayan, Razali, mengatakan, pada tahap pertama ini ditanam 50.000 bibit bakau hasil swadaya masyarakat. ”Target kami 1.200 hektar bisa hijau kembali,” kata Razali. Jika bakau itu sudah tumbuh, kehidupan nelayan diharapkan bisa normal kembali.

Para nelayan datang ke lokasi penanaman berkelompok menggunakan kapal-kapal mereka. Bibit-bibit bakau sudah disediakan di lokasi sejak sehari sebelumnya. Begitu doa selesai dibacakan, mereka langsung terjun mencangkul dan menanam bakau di lahan yang sudah ditumbuhi sawit setinggi setengah meter itu.

Syamsul (49), nelayan dari Desa Perlis, mengatakan, dirinya tertarik mengikuti gerakan penanaman pohon karena tidak ingin desanya tenggelam. ”Dulu, sebelum lahan ini dijadikan kebun sawit, lima tahun sekali air pasang masuk ke halaman rumah. Sekarang tiap tahun air masuk ke rumah. Jangan sampailah air menenggelamkan desa kami,” tuturnya.

Adapun Melur (45), istri nelayan dari Desa Perlis, dan beberapa perempuan yang ikut menanam mangrove menginginkan penghasilan suami mereka kembali normal. ”Setahun terakhir kami kesulitan menangkap udang,” ujar Melur.

Jika biasanya nelayan mendapatkan ikan dan udang hingga 50 kilogram per hari, kini 10 kilogram pun sulit. Ruang pemijahan ikan dan udang sudah tidak ada lagi. ”Bagi ibu-ibu yang tidak bekerja seperti kami, penghasilan suami turun, payah-lah kehidupan kami,” ucapnya.

Gerakan yang disebut ”Gerakan Awal Menanam Kebaikan” itu juga didukung Dinas Kehutanan Kabupaten Langkat, Camat Brandan Barat, Badan Lingkungan Hidup Langkat, PT Pertamina EP Pangkalan Susu, dan sejumlah aktivis lingkungan di Sumatera Utara (Sumut).

Sempat dilema

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat Supandi Tarigan yang mewakili Bupati Langkat menanam mangrove mengatakan, alih fungsi lahan di Register 8/la sebenarnya sudah terjadi sekitar tahun 2006-2008. ”Ada dilema pada kami, banyak pendahulu kami yang membuat legalitas formal pembelian kawasan kepada oknum- oknum pengusaha,” tuturnya.

Namun, bupati, lanjut Supandi, tidak pernah mengeluarkan izin dan rekomendasi pembukaan perkebunan di lahan bakau, terutama di kawasan register. Sejauh ini juga tidak ada pelepasan kawasan hutan pada 23.000 ekosistem bakau di Langkat.

Gerakan masyarakat menentang perkebunan sawit di lahan bakau, terutama di kawasan hutan, sudah terjadi sejak 2007. Terakhir, penolakan juga terjadi di Desa Pekan Besitang, Kecamatan Besitang, November 2011. Paluh atau aliran sungai dibuka oleh nelayan.

Hal serupa terjadi di Desa Kuala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Januari lalu. Alih fungsi lahan bakau menjadi kebun kelapa sawit juga ditentang warga. Sebanyak tujuh alat berat diangkut petugas.

Presidium Nasional Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Regional Sumut Tahjruddin Hasibuan mempertanyakan kelanjutan penertiban alih fungsi lahan yang dilakukan pemerintah yang telah menyita 12 alat barat milik berbagai perusahaan di Desa Lubuk Kertang. Proses hukum kasus ini tidak terdengar lagi. KNTI juga mencatat lebih dari 20.000 hektar lahan bakau di Kabupaten Langkat telah rusak.

Terkait tentang kasus hukum, Supandi mengatakan, sejauh ini sudah dua orang yang dinyatakan dalam daftar pencarian orang (DPO), tetapi kasus sepenuhnya ditangani penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dinas kehutanan provinsi. Namun, saat Penyidik PPNS Dinas Kehutanan Sumut Zainuddin dikonfirmasi, dia menyatakan, pihaknya tak bisa memberikan keterangan sebab bukan kewenangannya. ”Mohon maaf, ini bukan kewenangan saya,” tutur Zainuddin. (WSI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com