oleh Windoro Adi
Namanya Ban Hin Taek atau Desa Batu Belah di Provinsi Chiang Rai. Letaknya di lembah di perbatasan Thailand Utara dan Myanmar, dekat dengan kawasan ladang candu Segitiga Emas, 1.322 meter di atas permukaan laut. Kini, nama desa itu berubah menjadi Ban Thoed yang berarti desa untuk menghormati Thailand.
Selintas, desa yang boleh dibilang masih terbengkalai ini, kurang menarik sebagai tempat wisata. Di beberapa lokasi masih tampak lahan terbuka bekas ladang candu (opium) berpindah, tak terurus. Dedaunan kering hampir menutup setiap jengkal tanah di sana.
Saat Anda melihat patung seorang pria naik kuda di sana, barulah Anda tahu, desa ini menyimpan sejarah petualangan Khun Sa, sang "Jenderal Candu". Di seberang patung, tampak tiga rumah yang menjadi markas Khun Sa. Ketiga bangunan yang dibangun tahun 2007 itu terdiri dari kamar sang jenderal, dan ruang pertemuan.
Puluhan foto tergantung di dinding-dinding ruang, berkisah tentang sejarah peredaran candu di kawasan Segi Tiga Emas, kegiatan sang jenderal dan interaksinya dengan warga dan para pemimpin suku pegunungan. Di kamar tidur Khun Sa, terdapat ranjang kasur berseprei biru dan pakaian militer sang jenderal.
Di sekitar patung kuda, terhampar lahan bekas latihan militer. Di salah satu sisi terdapat sumur. Bagian bawah sumur adalah ruang tahanan tanpa penerangan bagi tiga sampai empat orang.
"Dulu, anggota pasukan Khun Sa yang melanggar prosedur, dihukum di tempat itu. Mereka bisa menghuni tempat itu sampai beberapa bulan lamanya" kata pemandu pada rombongan Badan Narkotika Nasional (BNN) pertengahan Februari lalu.
Penjara bawah tanah ini untuk menghukum anggota yang tertangkap mengonsumsi atau menjual candu. Mereka yang tertangkap untuk pertama kali, dijebloskan ke penjara itu selama tiga bulan. Mereka yang tertangkap kedua kalinya, dijebloskan enam bulan, sedang yang tertangkap ke tiga kalinya, "Mati".
Khun Sa
Nama aslinya Chang Chi Fu, tetapi ia lebih populer dipanggil Khun Sa atau Pangeran Kemakmuran. Ayahnya bernama Lao Chang atau Khun Sam. Lao berasal dari Yunnan, Cina Selatan. Ia adalah anggota tentara nasionalis Cina, Kuomintang, yang lari ke Myanmar saat Jenderal Kuomintang, Chiang Kai Shek, dihalau pasukan komunis Cina Mao Tse-Tung, di akhir perang dunia kedua.
Saat tinggal di Negara Bagian Shan, Myanmar, Lao menikah dengan ibunya, Kam. Kam berasal dari etnis mayoritas Shan di Myanmar-Thailand-Laos.
Khun Sa lahir di Kota Loi Mo, Negara Bagian Shan pada Februari 1923. Ia menikah dengan orang Thailand, Khe Yoon. Khun Sa bisa menikah dengan Khe Yoon karena tahun 1976 ia menjadi warganegara Thailand dengan nama, Chang Chantrakul. Khun Sa mendapat gelar sarjana di salah satu perguruan di Tong Khi, ibukota Negara Bagian Shan.
Di masa mudanya ia dilatih pasukan Kuomintang. Pasukan ini lari dari Yunnan, Cina Selatan, ke perbatasan Myanmar-Thailand di Negara Bagian Shan. Tahun 1963 ia bergabung dengan milisi lokal yang setia pada Jenderal Myanmar, Ne Win. Milisi lokal ini bernama *Kwe Ka Ye* (KKY). Milisi dibentuk untuk memerangi pemberontak komunis di Negara Bagian Shan.
Sejak bergabung dengan KKY inilah Khun Sa mulai berdagang candu. Saat KKY di bawah kendalinya, Khun Sa mulai merangkak menjadi sang jenderal candu.
Karena kegiatan ilegalnya, Khun Sa ditangkap pemerintah Myanmar di Tong Khi tahun 1966. Ia dipenjara selama tujuh tahun di sana. Tetapi baru tiga tahun dipenjara, temannya di KKY, Chang Chien Xu alias Fa Lun,menyandera dua dokter Uni Soviet yang bekerja di ibukota Shan, Tongee. Khun Sa pun dibebaskan dan ditukar dengan kedua dokter.
Setelah memiliki 800 milisi, Khun Sa berhenti bekerja sama dengan pemerintah Myanmar dan mengendalikan perdagangan candu di Negara Bagian Shan dan Negara Bagian Wa.
Tahun 1976 Khun Sa kembali menyelundupkan candu dan mulai bermarkas di Desa Ban Hin Taek. Ia mengganti nama kelompoknya menjadi Angkatan Darat Negara Bagian Shan (Shan State Army/SSA). Pasukannya dipersenjatai senapan M-16 dan AK 47. Dengan alasan memperjuangkan otonomi Shan melawan Myanmar, Khun Sa menjadi sang jenderal candu.
Pada Oktober 1981, atas desakan *Drug Enforcement Agency* AS, 39 orang tentara Thailand dan gerilyawan Myanmar berusaha membunuh Khun Sa, tetapi gagal. Meski demikian, pada Januari 1982 tentara dan polisi perbatasan Thailand berhasil menghalau Khun Sa dan pasukannya dari markasnya di Ban Hin Taek.
Tahun 1985, Khun Sa bergabung dengan pasukan Moh Heng. Aliansi pasukan ini akhirnya di bawah kendalinya. Mereka menguasai Mae Hong Son di perbatasan Thailand-Myanmar.
Tahun 1989 Khun Sa dituduh pengadilan New York, AS, mengimpor 1000 ton heroin. Khun Sa lalu mengancam AS agar membeli seluruh produk candunya, atau ia akan membuangnya ke pasar gelap internasional. AS membalasnya dengan iming-iming uang dua juta dollar AS pada mereka yang bisa menangkap Khun Sa.
Karena khawatir, Khun Sa menyerahkan diri pada pemerintah Myanmar bulan Januari 1996. Setelah menyerahkan diri, pemerintah Myanmar tak pernah menyerahkan Khun Sa pada AS.
Khun Sa menghabiskan sisa hidupnya di Yangoon (dulu Rangoon). Ia menanmkan modalnya di Yangoon, Mandalay, dan Taunggyi. Khun Sa meninggal pada tanggal 26 Oktober 2007 di Yangoon pada usia 73 dan dimakamkan di Pemakaman Yeway, North Okkalapa, Yangoon.
Suku Akha
Mengapa Khun Sa mendirikan markasnya di Ban Hin Taek? Sebab, mulai tahun 1903, suku pegunungan, Akha, berimigrasi ke desa ini. Suku ini berasal dari Negara Bagian Shan dan menjadi etnis mayoritas di Ban Hin Taek. Khun Sa yang asal Negara Bagian Shan, mengenal benar etnis Akha sehingga dengan mudah ia membangun empati dan sentimen etnis Akha.
Khun Sa menyisihkan sedikit keuntungannya dari berdagang candu untuk membangun Puskemas, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Untuk menutupi ladang candu, Khun Sa membiayai penduduk mengembangkan perkebunan tomat, jagung, bawang, bawang putih, kentang, dan teh di Ban Hin Taek.
Khun Sa pun ikut memelihara harmoni hidup di antara suku Akha, Shan, Lisu, suku keturunan Cina, Yunnan yang tinggal di Ban Hin Taek. Pendek kata, kata sejumlah warga lanjut usia di sana, saat Khun Sa tinggal di Ban Hin Taek, desa sejahtera, dan rukun.
Itu sebabnya orang-orang desa memanggilnya sebagai "Sahabat" atau, "Ayah". Setiap tahun, Khun Sa membiayai dan selalu hadir saat warga desa merayakan Tahun Baru Thailand, Songkran.
Ragu
Kondisi Ban Hin Taek yang masih terbengkalai saat ini mengesankan, pemerintah Thailand masih ragu mengembangkan desa ini sebagai kawasan wisata. Bandingkan dengan pembangunan tujuan wisata lainnya di Chiang Rai yang bertema "ladang dan perdagangan candu" seperti Hall of Opium di Chiang Saen ( Baca : "Kasih Ibu di Ladang Candu", 20/2/2012), atau kawasan Pecinan Santi Khiri di Doi Mae Salong (baca : "Chiang Mai - Chiang Rai, Mawar Kembar dari Utara", 26/2/22012).
Bisa jadi pemerintah Thailand masih khawatir, pembangunan kawasan wisata di Ban Hin Taek bakal membangkitkan kembali sentimen sosok Khun Sa. Buktinya, untuk mengenang Khun Sa, warga berswadaya membuat patung Khun Sa di atas kudanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.