Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sertifikasi Guru, Haruskah?

Kompas.com - 06/03/2012, 07:46 WIB

           TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS

                 Sertifikasi Guru, Haruskah?

Sebagai alat mewujudkan mutu pendidikan, pertanyaan di atas perlu dijawab: harus! Itulah salah satu upaya mengurai kesemrawutan persoalan guru.

Seabrek acara seremonial dan basa-basi menghormati guru. Barangkali terkecuali dosen, lirik Oemar Bakri, jadi guru jujur berbakti memang makan hati, menyuarakan rintihan pemegang profesi yang jumlahnya lebih dari 2,9 juta, lebih dari separuh PNS. Padahal, tak ada profesi apa pun yang terbebas dari peranan dan andil guru.

Perbaikan terkesan basa-basi. Di antaranya, tidak diterjemahkan dalam penghargaan kesejahteraan. Timbal balik itu tidak terjadi, bahkan guru sendiri harus memperjuangkannya.

Tunjangan profesi baru muncul beberapa tahun lalu, disusul tunjangan sertifikasi.

UU Guru Nomor 14 Tahun 2005 menegaskan guru sebagai profesi pendidik. Guru dan dosen diangkat sebagai profesi, artinya para pemegangnya berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Terus merosotnya mutu praksis pendidikan dan hasil pendidikan salah satunya disebabkan faktor profesionalitas guru.

Padahal, menurut data Kemdikbud, guru yang layak mengajar di SD hanya sekitar 27 persen, di SMP sekitar 58 persen, di SMA sekitar 65 persen, dan di SMK sekitar 56 persen. Selain kualitas guru, jumlah guru—kecuali guru SD yang konon cukup tetapi tidak merata—menjadi faktor masalah kronis profesi keguruan di Indonesia.

Menyelenggarakan program sertifikasi guru kita dukung sebagai salah satu sarana peningkatan mutu guru. Menyerahkan status kepegawaian guru kepada daerah sejalan dengan UU Otonomi Daerah, dilihat sebagai upaya memenuhi kebutuhan guru di daerah.

Di lapangan, program itu tidak sejalan dengan rencana di atas kertas. Masuknya kepentingan politik praktis penguasa politik setempat berdampak terhadap netralitas pemegang profesi pendidik. Karena itu, ada rencana mengembalikan status PNS guru ke pusat.

Sebaliknya, kemudahan program sertifikasi lewat portofolio berekses manipulasi data. Diintrodusirlah ujian kompetensi awal yang berekses pada pengutipan uang oleh aparat, seperti tersingkap di Sumatera Utara.

Dengan ekses-ekses itu, apakah program sertifikasi—tahun ini dikuota 250.000 dan hingga 2014 ditarget 2,7 juta—dihentikan? Lantas, semua guru dengan sembilan status mereka selama ini semua diangkat sebagai PNS? Padahal, menurut Mendikbud Mohammad Nuh, hanya 30 persen dari 650.000 tenaga honorer bisa diangkat sebagai PNS. Semua hendaknya menjadi bahan pertimbangan.

Mengambil yang sedikit kejelekannya, program sertifikasi guru merupakan keniscayaan. Ekses yang terjadi seminimal mungkin dicegah, selain tentu perlu diikuti tindak lanjut dari apa yang dijanjikan bagi mereka.

Konkretnya? Di antaranya, bagi mereka yang sudah pegang sertifikasi guru segera berikanlah hak mereka. Hentikan guru sebagai sapi perah oleh bermacam-macam instansi atau kepentingan politik praktis.

TAJUK RENCANA KOMPAS SELENGKAPNYA BACA KOMPAS CETAK

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com