Namun, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2007 atas gugatan citizen lawsuit (gugatan warga negara terhadap pemerintah) mengenai kebijakan ujian nasional dan diperkuat lagi dengan putusan kasasi Mahkamah Agung tahun 2009 diabaikan. Pemerintah tetap bersikukuh menggelar UN.
Ketidaktaatan Presiden dan jajarannya melaksanakan keputusan MA dilaporkan Tim Advokasi Korban UN kepada Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang tertutup bagi wartawan di Jakarta, Kamis (8/3). Tim Advokasi Korban UN yang terdiri dari orangtua siswa, praktisi pendidikan, dan lembaga swadaya masyarakat diterima anggota Wantimpres Bidang Hukum, Albert Hasibuan.
Nurkholis Hidayat, Direktur LBH Jakarta, menjelaskan, kehadiran Tim Advokasi Korban UN untuk meminta Wantimpres mendesak Presiden menjalankan putusan MA. ”Sikap pemerintah yang mengabaikan putusan MA merupakan pembangkangan hukum pada putusan pengadilan,” ujar Nurkholis.
Menanggapi pengaduan Tim Advokasi Korban UN, Albert mengatakan, Wantimpres akan membahas pengaduan dan desakan eksekusi pengadilan negeri kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan UN.
”Saya pikir setiap putusan MA wajib dipatuhi pemerintah karena merupakan ketentuan hukum oleh lembaga negara. Setiap putusan MA harus dilaksanakan oleh negara,” kata Albert.
Majelis hakim PN Jakarta Pusat menyatakan, tergugat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, dan (mantan) Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Bambang Suhendro telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negara, khususnya hak atas pendidikan dan hak anak.
S Hamid Hasan, ahli evaluasi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, mengatakan, pemerintah semestinya memenuhi dulu delapan standar nasional pendidikan yang sudah ditetapkan untuk menjamin semua anak mendapat layanan pendidikan yang baik. ”Sekarang ini belum semua anak dapat layanan pendidikan yang baik, tetapi pemerintah sudah melaksanakan UN yang menentukan kelulusan anak. Ini tidak adil bagi anak,” kata Hamid.