Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RSBI Mendiskriminasi Siswa SD-SMA

Kompas.com - 22/03/2012, 04:00 WIB

Jakarta, Kompas - Rintisan sekolah bertaraf internasional pada jenjang SD-SMA sederajat diskriminatif. Sekolah-sekolah yang merupakan sekolah unggulan itu mengizinkan pembedaan layanan pendidikan bagi anak-anak pada satu sekolah berdasarkan kemampuan ekonomi siswa.

Sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) itu mengenalkan kelas internasional yang lebih mahal. Siswanya bersertifikat standar internasional seperti Cambridge.

Bagus Takwin, psikolog sosial dari Universitas Indonesia, di Jakarta, Rabu (21/3), mengatakan, praktik RSBI mengotakkan masyarakat lewat pendidikan. Akibatnya, generasi muda semakin kuat beranggapan bahwa uanglah cara memenuhi keinginan.

Di tengah kondisi akses pendidikan dan kesetaraan yang masih bermasalah, pemerintah justru melegalkan praktik sekolah publik berkualitas baik menjadi eksklusif. Pendidikan bermutu yang menjadi hak setiap anak harus dibayar mahal.

Pendidikan pun membebani banyak orang. Bukan hanya secara ekonomi, melainkan juga biaya transportasi karena sekolah bagus jauh dari rumah.

Waktu yang kian sedikit memengaruhi hubungan orangtua dan anak, hingga minimnya keterlibatan orangtua di sekolah. ”Konsep manusia yang mau dihasilkan dari pendidikan tak jelas. Contohlah Jepang yang tidak minder dengan yang dipunyainya, tetapi tetap mampu menjadi negara maju,” kata Bagus.

Retno Listiyarti, guru RSBI SMAN 13 Jakarta, mengatakan, kebijakan RSBI tak hanya mendiskriminasi sekolah reguler dengan RSBI. Di sekolah RSBI pun ada diskriminasi layanan dan fasilitas untuk anak-anak yang sanggup membayar tinggi.

Di sekolah itu ada kelas RSBI dan kelas internasional. Layanan dan fasilitas pendidikan berbeda meski satu sekolah. Uang sekolah siswa RSBI Rp 600.000 per bulan. Uang masuk Rp 7 juta. Siswa kelas internasional membayar Rp 31 juta per tahun per siswa.

”Praktik ada uang ada kualitas dirasakan siswa. Layanan dan fasilitas istimewa untuk anak di kelas internasional,” kata Retno.

Sekolah swasta

Label sekolah RSBI menjalar ke sekolah swasta reguler. Lewat program RSBI mandiri, sekolah swasta mengembangkan sekolah berstatus RSBI tanpa bantuan dana pemerintah. ”Cari dana sendiri dari orangtua atau wali siswa,” kata Suprapto, Kepala SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.

RSBI dianggap memberi pilihan siswa mendapat pendidikan berdaya saing nasional dan internasional. Siswa RSBI membayar SPP lebih mahal, Rp 250.000 per bulan. Siswa reguler Rp 200.000. Pengeluaran bertambah bila siswa mengikuti pertukaran pelajar ke Malaysia dan Australia. ”Kami mau anak-anak sekolah kami sukses di skala lokal hingga nasional,” kata Suprapto. (ELN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com