Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Siswa Dikenalkan soal Istri Simpanan, Golok, dan Seks....

Kompas.com - 12/04/2012, 16:07 WIB
M.Latief

Penulis

KOMPAS.com — Masih hangat cerita tentang "istri simpanan" pada judul "Bang Maman dari Kali Pasir" yang termuat dalam Lembar Kerja Siswa Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta sebagai muatan lokal untuk siswa kelas II SD di Jakarta, materi pembelajaran lain tampaknya juga kebablasan. Apakah bahan ajar siswa untuk kalangan siswa SD saat ini semakin jauh dari etika dan budi pekerti sehingga kekerasan dan daya tarik seks perlu masuk di dalamnya?

Materi lain yang kebablasan itu dituturkan oleh Dhitta Puti Sarasvati kepada Kompas.com setelah ia sendiri menulis dalam blog miliknya. Direktur Riset dan Pengembangan Program Ikatan Guru Indonesia (Direktur Riset dan Pengembangan IGI) yang akrab disapa Puti ini menuturkan, keponakannya yang masih kelas I SD mendapatkan pekerjaan rumah (PR) untuk pelajaran Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta (muatan lokal di DKI Jakarta). Tugasnya adalah menyalin sebuah cerita mengenai "Si Angkri", yang diambil dari buku lembar kerja siswa (LKS) tersebut.

Puti pun seketika heran. Saat membaca ceritanya, tertulis kisah mengenai cara mengalahkan musuh menggunakan golok. Bahkan, keheranan itu semakin menjadi ketika di dalam cerita disebutkan pula cara menjebak musuh menggunakan jasa seorang perempuan cantik.

"Saya jadi bertanya, apakah cerita semacam ini pantas untuk diberikan kepada siswa di kelas I SD, khususnya dilihat dari isinya. Ceritanya juga sangat panjang. Apakah memang anak-anak kelas I SD sekarang perlu diberikan cerita yang sangat panjang seperti ini?" kata Puti.

Simak lampiran kisah "Si Angkri" di bawah ini:

Mengenal Cerita Si Angkri

Pada zaman dahulu terdapat sebuah pelabuhan di Batavia. Pelabuhan tersebut bernama pasar ikan. Daerah tersebut sangat ramai. Banyak kapal yang berlabuh di sana dari berbagai penjuru dunia.

Di pasar ikan, hiduplah seorang pemuda bernama Angkri. Angkri adalah pemimpin dari kelompok pemuda di daerah tersebut. Angkri adalah anak yang kaya dari peninggalan orang tuanya yang kaya. Di antara temannya, ada yang bernama Bay dan Midun. Mereka sering mengganggu penduduk dan memeras pedagang di sana.

Angkri selalu berpakaian hitam serta ikat kepala hitam dan di pinggang Angkri terselip golok. Kelompok Angkri ditakuti penduduk.

Angkri anak tunggal. Orang tua Angkri sangat kaya. Banyak harta warisan yang ditinggalkan sejak kedua orang tuanya meninggal. Suatu hari, Angkri melihat sawahnya yang luas menjelang panen. Karena takut nanti panennya dicuri, Angkri meminta tolong Bek Asan untuk menjadi pengawas dalam menjaga panen di sawahnya. Tetapi, Bek Asan menolak karena sudah banyak wilayah kekuasaannya.

Angkri tersinggung dengan penolakan Bek Asan, lalu Angkri bergegas meninggalkan Bek Asan menuju rumah Tabrani. Angkri kembali meminta Tabrani untuk menjadi bek. Tugasnya menjaga sawah dari pencuri dan rampok hasil panen.

Rupanya, Angkri masih menaruh dendam atas penolakan Bek Asan. Lalu, Angkri pergi ke rumah Bendot, temannya berjudi. Kali ini, Angkri berniat jahat. Dia ingin membunuh Bek Asan lewat perantara Bendot.

Bendot menyetujui permintaan Angkri, dengan persyaratan bayaran satu ekor kerbau. Angkri pun bersedia membayar. 

Bendot lebih licik. Sebagian uang bayarannya digunakan untuk membayar orang suruhan lagi, yaitu Anit dan Kusen, dan sebagian lagi untuk berjudi.

Anit dan Kusen setuju tawaran Bendot untuk membunuh Bek Asan. Keduanya segera pergi mencari Bek Asan.

Setibanya di rumah Bek Asan, Anit dan Kusen dicegat Mandor Tabah. Terjadi cek-cok mulut antara Anit dan Kusen dengan Mandor Tabah. Karena tidak ada yang mengalah, mereka bertiga berkelahi.

Anit dan Kusen berhasil dilumpuhkan Mandor Tabah dengan sabetan golok dan berhasil menangkap keduanya. Saat itu, Bek Asan keluar rumah. Didapatinya Anit dan Kusen yang terkulai berlumuran darah, lalu dibawa Bek Asan ke gurunya. Di sana mereka berdua disidang. Anit dan Kusen mengaku niatnya untuk membunuh Bek Asan atas suruhan Bendot.

Bek Asan memerintahkan anak buahnya untuk mencari Bendot dan membawanya. Tak lama kemudian, Bendot digelandang ke rumah Bek Asan. Di sana Bendot ditemukan dengan Anit dan Kusen.

Sambil minta maaf, Bendot mengaku bahwa keinginannya atas permintaan Angkri. Guru Bek Asan memerintahkan anak buahnya untuk mengelabui Angkri yang suka berjudi dan pemabuk. Angkri dipancing dengan perempuan cantik yang berpura-pura mencuci di sungai dekat sawah dan rumah Angkri.

Benar juga. Angkri melihat gadis itu tertarik, lalu mendekati dan merayunya. Si gadis mengajak Angkri main ke rumahnya. Angkri mengikuti ajakan gadis itu. Tanpa disadari, di tengah jalan, Angkri dicegat rombongannya Bek Asan dan Mandor Tabah. Angkri dipertemukan suruhannya, Anit, Kusen, dan Bendot.

Angkri terkejut melihat ketiga suruhannya kalah. Tanpa banyak tanya lagi, Bek Asan menyuruh Mandor Tabah menghadapi Angkri. Angkri meminta maaf, dan siap menerima hukuman apa saja yang akan diberikan padanya. Bek Asan membawa Angkri, Anit, Kusen, dan Bendot ke kantor polisi untuk meminta pengadilan atas perbuatan mereka berempat.

Cerita ini dikutip dari halaman 88-91 pada Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta. Buku ini diterbitkan oleh CV Alam Sakti Persada Global Jakarta Timur. Disebutkan bahwa cerita dalam buku ini sudah berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum Muatan Lokal DKI Jakarta Jilid 1 untuk Kelas I SD. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com