Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakultas Kedokteran Wajib Punya RSP

Kompas.com - 13/04/2012, 03:49 WIB

Jakarta, Kompas - Saat Undang-Undang Pendidikan Kedokteran disahkan, setiap fakultas kedokteran wajib memiliki rumah sakit pendidikan utama. Jika dalam tiga tahun masa peralihan ketentuan itu tak terpenuhi, fakultas kedokteran harus ditutup atau bergabung dengan fakultas kedokteran lain.

”Rumah sakit pendidikan (RSP) utama tidak harus dimiliki sendiri, dapat bekerja sama dengan RS yang ada,” kata anggota Panitia Kerja Pemerintah RUU Pendidikan Kedokteran, yang juga anggota Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Akmal Taher, seusai sarasehan Tiga Pilar Pendidikan Kedokteran di Jakarta, Kamis (12/4).

Untuk program studi pendidikan kedokteran, waktu peralihannya lima tahun. Waktunya lebih lama karena mereka diwajibkan membentuk fakultas kedokteran (FK) dulu.

”Ke depan, tidak boleh ada program studi kedokteran yang ditempelkan pada fakultas lain, harus membentuk FK sendiri,” kata Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Illah Sailah.

Penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Gadjah Mada tahun 2003 menyebut ada 97 RSP. Namun, ARSPI pada tahun 2009 mencatat hanya ada 39 RSP (saat itu ada 52 FK).

Bagi FK baru, memiliki RSP utama merupakan hal yang sulit. Untuk membangun RSP tidak mudah dan murah, sedangkan bekerja sama dengan RS yang ada juga tidak gampang, terutama bila visi dan misinya berbeda. ”Untuk menjadi RSP utama cukup RS tipe B,” kata Akmal.

Kewajiban FK memiliki RSP utama dibuat karena selama ini banyak FK yang tempat pendidikan kliniknya terpencar di beberapa RS. Selain merumitkan mahasiswa dan dosen, cara ini juga membuat pendidikan klinik tak komprehensif dan berkelanjutan. Mutu lulusan FK pun rendah.

Hal itu tergambar dari tingginya tingkat kegagalan lulusan ketika mengikuti uji kompetensi dokter Indonesia (UKDI). Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia Ratna Sitompul, ada delapan FK yang terus-menerus lulusannya gagal UKDI.

”Ada sejumlah lulusan FK yang harus mengulang UKDI hingga 10 kali-18 kali,” katanya. Mereka umumnya dari FK yang akreditasinya rendah.

Tahun 2009, saat hanya ada 69 FK, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi mencatat ada 17 FK berakreditasi A, 19 FK berakreditasi B, 10 FK berakreditasi C, dan 23 FK tak terakreditasi. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com