Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berperan Ganda di Negeri Orang, Menjadi Ibu dan Mahasiswi

Kompas.com - 19/04/2012, 15:51 WIB
M.Latief

Penulis

Oleh: Dhitri

KOMPAS.com - Duduk di tempat tidur sempit, saya memangku bayi yang sedang menyusui sambil menyusun tugas esai yang tenggat waktunya sudah dekat di layar laptop di meja kecil di samping tempat tidur. Di laci dresser terletak buku pinjaman perpustakan sebagai alas bagi thermometer dan obat penurun panas bayi untuk bersiap-siap mengukur panas si kecil, yang walaupun sudah terkantuk-kantuk tetap tak mau tidur di tempat lain selain di pelukan ibunya. Sementara kaki kiri ini, yang dipakai untuk menopang bantal menyusui dan sebagian besar beban tubuh si kecil, mulai mati rasa.

Itulah protret umum hidup saya setahun belakangan. Sebelumnya, saya tidak pernah membayangkan, bahwa menikah dan punya anak bisa disandingkan dengan melanjutkan studi S-2 di luar negeri, yang notabene jauh dari keluarga alias jauh dari support system pribadi saya.

Lima tahun lalu, kalau ada teman tanya mengenai mana yang sebaiknya dilakukan lebih dulu, menikah dan punya anak atau S-2, saya akan dengan lantang menjawab; "Ya, kuliah S-2. Puas-puasin dulu deh, sebelum settling down,".

Saat itu, saya sedang sibuk meniti karir di suatu media internasional. Pikir saya, mengurus diri sendiri saja ribet, apalagi mengurus anak. Plus, sambil kuliah di luar negeri pula!

Tantangan utama

Singkatnya, saya tidak bisa membayangkan diri saya dan siapapun melakukan dua hal tersebut dengan hasil yang optimal dan memuaskan. Ternyata, saya salah. Satu setengah tahun lalu, putri pertama kami lahir di Canberra, Australia, beberapa bulan setelah suami saya memulai studi S-3 di kota tersebut. Dua minggu kemudian, saya mendapatkan kabar, bahwa saya menerima beasiswa yang sama dan dapat memulai studi saya pada semester berikutnya, yaitu tepat saat si kecil berumur 4 bulan.

Seketika, terlintas di benak saya untuk menunda studi. Tapi, saya sadar, bahwa terlepas dari kapan studi itu dimulai, menjalankan tugas sebagai ibu dan mahasiswi pasti akan tetap sulit. Berpegang pada prinsip sederhana, bahwa apapun bisa dibuat mudah, tergantung pada niat dan usaha. Dus, saya, dengan dukungan suami, tetap memutuskan memulai kuliah saya sesegera mungkin.

Ada dua tantangan utama dari semua tantangan mengasuh anak dan kuliah yang saya hadapi. Tantangan pertama adalah mendapatkan tempat penitipan anak atau childcare yang bagus dengan biaya terjangkau. Walaupun usianya masih sangat belia, kami terpaksa menitipkan si kecil selama lima hari dalam seminggu agar kami berdua dapat berkonsentrasi penuh pada studi kami berdua.

Setelah berbulan-bulan mengantre spot di childcare (sejak usia kandungan saya 7 bulan), dan memindahkan si kecil ke kedua tempat berbeda, akhirnya kami memperoleh full time spot di childcare terdekat kampus dengan kualitas yang memuaskan, dan memungkin saya meneruskan pola pengasuhan yang saya inginkan bagi si kecil. Ya, antara lain memungkinkan saya untuk tetap memberi ASI di sela-sela kuliah, dan memungkinkan saya menyediakan makanan vegetarian serta popok kain bagi si kecil.

Halaman:
Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau